Senin, 07 Oktober 2013

TUMPAHAN MINYAK DI LAUT TIMOR YANG TERLUPAKAN




By @embun1

Tepatnya tanggal 21 Agustus 2009, terjadi pencemaran minyak di Laut Timor sebagai akibat meledaknya sumur minyak Montara milik PTTEP Australasia di Blok Atlas Barat Laut Timor. Pada 21 Agustus 2013 tahun ini berarti sudah empat tahun berlalu.

Ketua Aliansi Nelayan Tradisional Laut Timor di Kupang H Mustafa Arsyad (awal Pebruari 2013) kepada Majalah Bulanan Global Energi menyatakan, “dampak pencemaran Laut Timor sejak tiga tahun lalu sampai kini masih terasa. Ikan kian langka di perairan itu”.

 “Kami menduga ada konspirasi segitiga antara PTTEP Australia-Indonesia-Australia dengan cara gratifikasi untuk membiarkan kasus pencemaran itu terjadi tanpa adanya sebuah proses penyelesaian secara tuntas dan menyeluruh bagi rakyat Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menjadi korban dari pencemaran tersebut,” kata Direktur Eksekutif Ocean Watch Indonesia (OWI), Herman Jaya melalui E-mail kepada Redaksi Majalah Bulanan Gobal Energi.
“Kasus ini terjadi sudah hampir empat tahun lamanya, tetapi tidak ada proses penyelesaian apapun dari pihak perusahaan maupun dari Pemerintah Indonesia dan Australia,” kata Herman Jaya dan OWI telah melaporkan kasus pencemaran minyak di Laut Timor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri dugaan gratifikasi antara perusahaan pencemar PTTEP Australasia dengan pihak-pihak terkait di Indonesia maupun Australia.

 Laporan pengaduan oleh OWI kepada KPK berdasarkan pengakuan PTTEP Australasia (PTTEP AA) yang di publikasikan dan di sebarkan melalui apa yang dinamakan  “Lembaran fakta PTTEP AA (PTTEP AA Fact Sheet)”. Dalam lembaran fakta  PTTEP AA menyebutkan hingga saat ini tidak ada bukti ilmiah yang mendukung dan dapat diverifikasi telah terjadi pencemaran di perairan Indonesia akibat dari meledaknya sumur minyak Montara , 21 Agustus 2013. Studi ilmiah independen yang dilakukan PTTEP AA dibawah pemantauan Pemerintah Australia dan didukung sebuah penelitian yang dilakukan salah satu perguruan tinggi di Indonesia dan dibiayai oleh PTTEP AA  yang dilaklukan secara tertutup dan sepihak, bahkan tanpa merespons klaim penelitian ilmiah yang diajukan rakyat korban dari Timor Barat dan NTT pada 2010. PTTEP AA menyebutkan tumpahan minyak di perairan Indonesia telah terbawa pergi ke arah barat-selatan-barat menuju lautan Hindia melalui aliran arus Indonesia yang sangat kencang.
Menurut OWI, data awal penelitian ilmiah yang independen dan transparan menunjukan bahwa kerugian sosial ekonomi masyarakat diperkirakan mencapai Rp 16,9 Triliun per-tahun atau sama dengan 1,7 miliar dolar Amerika Serikat.

Jumlah kerugian tersebut hanya sebatas penghitungan di atas kertas sementara masyarakat Timor Barat khususnya dan nelayan Nusa Tenggara Timur umumnya harus menderita akibat kerugian kehilangan mata pencaharian sebagai nelayan karena sumber ikan telah jauh berkurang disbanding sebelum terjadi bencana ledakan minyak Montara.
Upaya untuk mendapatkan konpensasi akibat bencana tersebut telah berulang-ulang diperjuangkan belum juga mendapatkan hasil.

Sebelumnya Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) juga sudah mengadukan masalah ini ke Komisi Penyelidik Montara, berturut-turut pada November 2009, April 2010 dan Maret 2011. Menurut Ketua YPTB Ferdi Tanoni, “ Langkah kami sudah jauh. Kami ngotot penyelesaian kasus itu cukup berpayung pada hukum Australia.” Menurutnya sekalipun baru sekarang mangajukan pengaduan akan tetapi berpayungkan UNCLOS 1982, maka Pemerintah Indonesia dapat mungkin terseret sebagai pihak yang ikut bersalah karena lalai melindungi rakyatnya dari dampak ledakan minyak Montara. Sebab ada Nota kesepahaman antara Indonesia dan Australia tahun 1996 mengenai penanggulangan dan pencegahan tumpahan minyak di laut.
Kasus Laut Timor serupa dengan  tragedi tumpahan minyak di Teluk Mexico, hanya jauh berbeda penanganan dan penyelesaiannya. 

Oleh Pengadilan Federal di New Orleans, Amerika Serikat beberapa waktu lalu telah menjatuhkan hukuman berupa “denda” sebesar 4 miliar dollar AS atau sekitar Rp 40 triliun kepada British Petroleum (BP) atas tragedi tumpahan minyak di Teluk Mexico pada tahun 2010.
Tumpahan minyak di laut sangat berakibat buruk terhadap lingkungan, karena kerusakan yang timbul akibat pencemaran lingkungan laut dan pantai adalah matinya ikan dan mahluk laut, rusaknya terumbu karang, hilangnya habitat dan matinya biota laut.


Sumber (diedit) ; GLOBAL ENERGI (Majalah Bulanan) Edisi 15 Tahun I Pebruari-Maret 2013

Tidak ada komentar: