By @embun1
Tepatnya tanggal 21 Agustus 2009, terjadi pencemaran minyak di Laut
Timor sebagai akibat meledaknya sumur minyak Montara milik PTTEP Australasia di
Blok Atlas Barat Laut Timor. Pada 21 Agustus 2013 tahun ini berarti sudah empat
tahun berlalu.
Ketua Aliansi Nelayan Tradisional Laut Timor di Kupang H Mustafa Arsyad
(awal Pebruari 2013) kepada Majalah Bulanan Global Energi menyatakan, “dampak
pencemaran Laut Timor sejak tiga tahun lalu sampai kini masih terasa. Ikan kian
langka di perairan itu”.
“Kami menduga ada konspirasi
segitiga antara PTTEP Australia-Indonesia-Australia dengan cara gratifikasi
untuk membiarkan kasus pencemaran itu terjadi tanpa adanya sebuah proses
penyelesaian secara tuntas dan menyeluruh bagi rakyat Nusa Tenggara Timur (NTT)
yang menjadi korban dari pencemaran tersebut,” kata Direktur Eksekutif Ocean
Watch Indonesia (OWI), Herman Jaya melalui E-mail kepada Redaksi Majalah
Bulanan Gobal Energi.
“Kasus ini terjadi sudah hampir empat tahun lamanya, tetapi tidak ada
proses penyelesaian apapun dari pihak perusahaan maupun dari Pemerintah
Indonesia dan Australia,” kata Herman Jaya dan OWI telah melaporkan kasus
pencemaran minyak di Laut Timor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri
dugaan gratifikasi antara perusahaan pencemar PTTEP Australasia dengan
pihak-pihak terkait di Indonesia maupun Australia.
Laporan pengaduan oleh OWI
kepada KPK berdasarkan pengakuan PTTEP Australasia (PTTEP AA) yang di
publikasikan dan di sebarkan melalui apa yang dinamakan “Lembaran fakta PTTEP AA (PTTEP AA Fact
Sheet)”. Dalam lembaran fakta PTTEP AA
menyebutkan hingga saat ini tidak ada bukti ilmiah yang mendukung dan dapat
diverifikasi telah terjadi pencemaran di perairan Indonesia akibat dari
meledaknya sumur minyak Montara , 21 Agustus 2013. Studi ilmiah independen yang
dilakukan PTTEP AA dibawah pemantauan Pemerintah Australia dan didukung sebuah
penelitian yang dilakukan salah satu perguruan tinggi di Indonesia dan dibiayai
oleh PTTEP AA yang dilaklukan secara
tertutup dan sepihak, bahkan tanpa merespons klaim penelitian ilmiah yang
diajukan rakyat korban dari Timor Barat dan NTT pada 2010. PTTEP AA menyebutkan
tumpahan minyak di perairan Indonesia telah terbawa pergi ke arah
barat-selatan-barat menuju lautan Hindia melalui aliran arus Indonesia yang
sangat kencang.
Menurut OWI, data awal penelitian ilmiah yang independen dan transparan
menunjukan bahwa kerugian sosial ekonomi masyarakat diperkirakan mencapai Rp
16,9 Triliun per-tahun atau sama dengan 1,7 miliar dolar Amerika Serikat.
Jumlah kerugian tersebut hanya sebatas penghitungan di atas kertas
sementara masyarakat Timor Barat khususnya dan nelayan Nusa Tenggara Timur umumnya
harus menderita akibat kerugian kehilangan mata pencaharian sebagai nelayan
karena sumber ikan telah jauh berkurang disbanding sebelum terjadi bencana
ledakan minyak Montara.
Upaya untuk mendapatkan konpensasi akibat bencana tersebut telah
berulang-ulang diperjuangkan belum juga mendapatkan hasil.
Sebelumnya Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) juga sudah mengadukan
masalah ini ke Komisi Penyelidik Montara, berturut-turut pada November 2009,
April 2010 dan Maret 2011. Menurut Ketua YPTB Ferdi Tanoni, “ Langkah kami
sudah jauh. Kami ngotot penyelesaian kasus itu cukup berpayung pada hukum
Australia.” Menurutnya sekalipun baru sekarang mangajukan pengaduan akan tetapi
berpayungkan UNCLOS 1982, maka Pemerintah Indonesia dapat mungkin terseret
sebagai pihak yang ikut bersalah karena lalai melindungi rakyatnya dari dampak
ledakan minyak Montara. Sebab ada Nota kesepahaman antara Indonesia dan
Australia tahun 1996 mengenai penanggulangan dan pencegahan tumpahan minyak di
laut.
Kasus Laut Timor serupa dengan tragedi tumpahan minyak di Teluk Mexico, hanya
jauh berbeda penanganan dan penyelesaiannya.
Oleh Pengadilan Federal di New Orleans, Amerika Serikat beberapa waktu
lalu telah menjatuhkan hukuman berupa “denda” sebesar 4 miliar dollar AS atau
sekitar Rp 40 triliun kepada British Petroleum (BP) atas tragedi tumpahan
minyak di Teluk Mexico pada tahun 2010.
Tumpahan minyak di laut sangat berakibat buruk terhadap lingkungan,
karena kerusakan yang timbul akibat pencemaran lingkungan laut dan pantai
adalah matinya ikan dan mahluk laut, rusaknya terumbu karang, hilangnya habitat
dan matinya biota laut.
Sumber (diedit) ; GLOBAL
ENERGI (Majalah Bulanan) Edisi 15 Tahun I Pebruari-Maret 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar