Embun Community /atau Komunitas Embun, adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk Perlindungan Lingkungan dan Ekosistem ; (Berdiri 04 Januari 2007, di Kelurahan Bintara Kota Bekasi,Indonesia) ; Visi : alam terawat hidup lestari ; ------ Misi : Perlindungan Lingkungan dan Ekosistem melalui persahabatan dengan lingkungan, bermitra dengan komunitas,setia merawat alam, tebar keindahan dan kesejukan sebening embun, bagi “Bumi Manusia”
Senin, 21 Oktober 2013
Jumat, 11 Oktober 2013
Embun "Sketsa Kantong Sampah" : DAMAI, Hindarkan "Tidak"
Sketsa ; “Kantong SAMPAH” 8
DAMAI, Hindari “TIDAK”
By EMBUN1)*
Hari ini Sabtu 21 September 2013 adalah Hari Perdamaian Internasional. Tidak banyak orang yang mengetahui momen berharga ini dan terlewati begitu saja tanpa publikasi dan sosialisasi berarti. Akhirnya menjadi kehilangan makna yang mestinya sangat berarti dan berperan bagi kemaslahan hidup dan kehidupan manusia bumi.
Penetapan saat untuk suatu maksud berarti memiliki nilai untuk dimaknai dan direalisasikan . Begitupun Hari Perdamaian, yang ditetapkan secara internasional. Terkandung maksud untuk merefleksi berbagai kejadian dan situasi dunia maupun bagi diri sendiri atas rasa dan perilaku yang merugikan.
Damai adalah sepenggal kata yang bila diramu ke ruang makna, maka begitu indah, manis dan selaksa kenikmatannya bagi manusia. Damai adalah lawan dari segala sesuatu yang menimbulkan akibat kita berada pada posisi menjai musuh. Kadar derajat terpanggang sebagai musuh, berurut tingkatannya, mulai dari yang paling dimusuhi karena dibenci hingga dimarahi karena khilaf ( yang ini ada waktunya tinggal tunggu lebaran tiba, maaf memaafkan atas khilaf dan (tunggu dulu) salah ? beda pula kadarnya untuk dimaafkan atau tidak. Kalau cuma diomelin ya lupakan saja tidak masuk ambang batas.
Berdamai berarti tidak bermusuhan, tidak berperang, tidak mencaplok wilayah negara lain apalagi tanah tetangga, tidak berkelahi, tidak bertengkar, tidak saling beradu fisik dan senjata (tajam, benda tumpul dan sejenisnya), tidak beradu mulut (kecuali antar lain jenis dan muhrim). Tidak saling menjegal lawan (politik, bisnis, jabatan dan pacar), tidak saling menyalib dan memotong jalur (apalagi dii tikungan-jalan), tidak mengambil anak harimau dari induknya, tidak membunuh binatang liar terlindungi dan merusak habitatnya. Tidak membuang limbah industri B3 dan sampah ke sungai dan saluran air juga pekarangan rumah penduduk. Tidak mengalihkan lahan pertanian dan perkebunan untuk industri berpolusi tinggi, tidak mengijinkan Taman Nasional untuk kegiatan pertambangan dan tidak menggunakan ikan lumba-lumba untuk atraksi komersial, lalu tidak menggunakan air thermos untuk menyeduh kopi.
Tidak beriksik di ruang pasien rumah sakit, tidak ribut bila ada ujian. Tidak menggunakan jabatan untuk memperkaya diri dan keluarga juga memakai kendaraan dinas untuk mudik. Tidak menyempitkan dan menutup daerah aliran air(sungai), tidak memotong dana BLSM milik orang miskin, tidak meminta uang damai pada pelanggar aturan lalulintas, tidak mengurangi ukuran dan berat barang yang ditimbang. Tidak membuang puntung, abu dan asap rokok disembarang tempat. Tidak memakai formalin, boraks dan sejenisnya untuk mengawet makanan dan minuman juga untuk mengawetkan mie. Tidak menggunakan daging busuk untuk membuat bakso, otak-otak dan sosis, tidak berkata-kata ketika khatib sedang berkhotbah.
Tidak berpacaran setelah berumahtangga, apalagi tidak pandai memilah sampah antara sampah organic(basah) dan non organik(kering) sebelum dibuang ke penampungan. Tidak saling memusuhi ummat berbeda agama, Tidak menggunting dalam lipatan (pribahasa, panjang penjelasannya) - boleh kalau sedang mendekorasi, tidak mengahadap kiblat ketika sholat, tidak bisa membaca Al-qur”an tapi pintar menyanyikan lagu Korea, tidak boleh tidak diam dan menutup mata kala pendeta sedang memimpin do’a di gereja, tidak mengambil benda sakral-religi dari pura, tidak menghadiri ibadah misa digereja katedral saat malam natal, tidak menjadi penceramah agama untuk mencari nafkah, tidak boros dan membuang-buang air kran masjid ketika berwuduh, tidak melempar sampah dari balik jendela mobil, tidak berbaju merah di depan kerbau dan banteng dan tidak boleh berbaju hijau saat berwisata ke pantai selatan.
Tidak menancapkan paku besi ke pepohonan untuk memasang baner caleg dan iklan bajaringan, tidak pula paku itu ditaburkan dijalanan untuk memecahkan ban kendaraan. Tidak mengimpor cabe, buah, sayur, daging, bawang dan korek kuping. Tidak menjual minyak mentah dan mengimpor solar dan bensin dari singapura. Tidak lebih memperioritaskan pembangunan Jakarta dan pulau Jawa daripada ribuan pulau lainnya. Tidak kalah bolahkaki dengan Malaysia.
Tidak membunuh, tidak melukai dan menyiksa orang dan binatang, tidak merampok, tidak mencuri, tidak menipu. Tidak menculik – kecuali menculik hati pujaan yang ditaksir untuk jadi kekasih, Tidak memalak. Tidak menimbulkan penderitaan, kesengsaraan dan kekecewaan bagi orang lain. Tidak menjiplak karya orang lain. Tidak menggurui, tidak angkuh, tidak sombong, tidak iri, tidak dengki, tidak membanggakan diri sendiri dan tidak memanjat pohon mangga orang termasuk memungut buahnya yang telah jatuh. Tidak membangun tembok pembatas perumahan dengan perkampungan serta menutup jalan orang kampong.
Tidak menghujat. Tidak menghina. Tidak melecehkan. Tidak merugikan. Tidak melakukan apapun yang tidak boleh tidak, tidak dikatakan tidak. Tidak juga dikatakan tidak untuk “katakan tidak untuk korupsi” - sambil jempol diarahkan ke kantor bawah, ya itu juga tidak. Yang dikatakan tidak berarti bila dilakukan akan menimbulkan permusuhan dengan yang dikatakan kata damai.
Kata “Tidak” adalah yang paling menjadi alasan kuat para Nabi dan Rasul diutus Allah dan dibekali dengan kitab suci untuk masing-masing Agama yang isinya lebih banyak berupa larangan kepada manusia dan dimakanai bahwa itu maksudnya “tidak”. Buku-buku tentang etika dan moralpun penuh dengan kata tidak.
Tidak, di jabarkan dengan makna apapun tetapi berarti larangan. Tidak, sama dengan dilarang.
Maka tidak untuk tidak damai. Tidak untuk tidak berteman, bersahabat dan bersaudara. Saling menghormati dan menghargai dalam keberadaan dan berposisi masing-masing kita, untuk tidak melakukan sesuatu yang memungkinkan dapat merusak atau menciderai suasana baik dan indah yang dibutuhkan siapapun yaitu damai.
Siapa saja butuh damai. Damai di hati, damai dikehidupannya.
Damailah dengan siapapun, damailah dengan apapun, damailah kapan dan dimanapun.
Damai, sambil mengatakan tidak untuk tidak berdamai.
Damai bumiku, damai hidupku.
Selamat Hari Perdamaian Internasional 21 September 2013
)*EMBUN1 ; M.Th.Pattiiha
Senin, 07 Oktober 2013
TUMPAHAN MINYAK DI LAUT TIMOR YANG TERLUPAKAN
By @embun1
Tepatnya tanggal 21 Agustus 2009, terjadi pencemaran minyak di Laut
Timor sebagai akibat meledaknya sumur minyak Montara milik PTTEP Australasia di
Blok Atlas Barat Laut Timor. Pada 21 Agustus 2013 tahun ini berarti sudah empat
tahun berlalu.
Ketua Aliansi Nelayan Tradisional Laut Timor di Kupang H Mustafa Arsyad
(awal Pebruari 2013) kepada Majalah Bulanan Global Energi menyatakan, “dampak
pencemaran Laut Timor sejak tiga tahun lalu sampai kini masih terasa. Ikan kian
langka di perairan itu”.
“Kami menduga ada konspirasi
segitiga antara PTTEP Australia-Indonesia-Australia dengan cara gratifikasi
untuk membiarkan kasus pencemaran itu terjadi tanpa adanya sebuah proses
penyelesaian secara tuntas dan menyeluruh bagi rakyat Nusa Tenggara Timur (NTT)
yang menjadi korban dari pencemaran tersebut,” kata Direktur Eksekutif Ocean
Watch Indonesia (OWI), Herman Jaya melalui E-mail kepada Redaksi Majalah
Bulanan Gobal Energi.
“Kasus ini terjadi sudah hampir empat tahun lamanya, tetapi tidak ada
proses penyelesaian apapun dari pihak perusahaan maupun dari Pemerintah
Indonesia dan Australia,” kata Herman Jaya dan OWI telah melaporkan kasus
pencemaran minyak di Laut Timor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menelusuri
dugaan gratifikasi antara perusahaan pencemar PTTEP Australasia dengan
pihak-pihak terkait di Indonesia maupun Australia.
Laporan pengaduan oleh OWI
kepada KPK berdasarkan pengakuan PTTEP Australasia (PTTEP AA) yang di
publikasikan dan di sebarkan melalui apa yang dinamakan “Lembaran fakta PTTEP AA (PTTEP AA Fact
Sheet)”. Dalam lembaran fakta PTTEP AA
menyebutkan hingga saat ini tidak ada bukti ilmiah yang mendukung dan dapat
diverifikasi telah terjadi pencemaran di perairan Indonesia akibat dari
meledaknya sumur minyak Montara , 21 Agustus 2013. Studi ilmiah independen yang
dilakukan PTTEP AA dibawah pemantauan Pemerintah Australia dan didukung sebuah
penelitian yang dilakukan salah satu perguruan tinggi di Indonesia dan dibiayai
oleh PTTEP AA yang dilaklukan secara
tertutup dan sepihak, bahkan tanpa merespons klaim penelitian ilmiah yang
diajukan rakyat korban dari Timor Barat dan NTT pada 2010. PTTEP AA menyebutkan
tumpahan minyak di perairan Indonesia telah terbawa pergi ke arah
barat-selatan-barat menuju lautan Hindia melalui aliran arus Indonesia yang
sangat kencang.
Menurut OWI, data awal penelitian ilmiah yang independen dan transparan
menunjukan bahwa kerugian sosial ekonomi masyarakat diperkirakan mencapai Rp
16,9 Triliun per-tahun atau sama dengan 1,7 miliar dolar Amerika Serikat.
Jumlah kerugian tersebut hanya sebatas penghitungan di atas kertas
sementara masyarakat Timor Barat khususnya dan nelayan Nusa Tenggara Timur umumnya
harus menderita akibat kerugian kehilangan mata pencaharian sebagai nelayan
karena sumber ikan telah jauh berkurang disbanding sebelum terjadi bencana
ledakan minyak Montara.
Upaya untuk mendapatkan konpensasi akibat bencana tersebut telah
berulang-ulang diperjuangkan belum juga mendapatkan hasil.
Sebelumnya Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) juga sudah mengadukan
masalah ini ke Komisi Penyelidik Montara, berturut-turut pada November 2009,
April 2010 dan Maret 2011. Menurut Ketua YPTB Ferdi Tanoni, “ Langkah kami
sudah jauh. Kami ngotot penyelesaian kasus itu cukup berpayung pada hukum
Australia.” Menurutnya sekalipun baru sekarang mangajukan pengaduan akan tetapi
berpayungkan UNCLOS 1982, maka Pemerintah Indonesia dapat mungkin terseret
sebagai pihak yang ikut bersalah karena lalai melindungi rakyatnya dari dampak
ledakan minyak Montara. Sebab ada Nota kesepahaman antara Indonesia dan
Australia tahun 1996 mengenai penanggulangan dan pencegahan tumpahan minyak di
laut.
Kasus Laut Timor serupa dengan tragedi tumpahan minyak di Teluk Mexico, hanya
jauh berbeda penanganan dan penyelesaiannya.
Oleh Pengadilan Federal di New Orleans, Amerika Serikat beberapa waktu
lalu telah menjatuhkan hukuman berupa “denda” sebesar 4 miliar dollar AS atau
sekitar Rp 40 triliun kepada British Petroleum (BP) atas tragedi tumpahan
minyak di Teluk Mexico pada tahun 2010.
Tumpahan minyak di laut sangat berakibat buruk terhadap lingkungan,
karena kerusakan yang timbul akibat pencemaran lingkungan laut dan pantai
adalah matinya ikan dan mahluk laut, rusaknya terumbu karang, hilangnya habitat
dan matinya biota laut.
Sumber (diedit) ; GLOBAL
ENERGI (Majalah Bulanan) Edisi 15 Tahun I Pebruari-Maret 2013
INDONESIA dan INVESTASI EKONOMI HIJAU
INDONESIA
dan
INVESTASI
EKONOMI HIJAU
By
EMBUN1
Indonesia secara fakta dan data)*
oleh kekayaan sumber daya alam yang dimiliki, adalah satu dari sedikit negara
yang memiliki potensi sangat besar sebagai penghasil bahan mentah terbesar di
dunia. Selain itu menjadi negara tujuan investasi dan sekaligus salah satu
pasar produk barang jadi terbesar dunia.
Angka-angka
ukuran keunggulan sedunia kekayaan bumi khatulistiwa dapat di lihat sebagai
berikut ;
-
Urutan 1 produsen CPO dunia
-
Peringkat 2 pengekspor Batubara dunia
-
Peringkat 2 Produksi Timah dunia
-
Peringkat 3 Produksi Tembaga dunia
-
Urutan 5 penghasil nikel dunia
-
Peringkat 7 penghasil Emas dunia
-
1 dari 10 Negara Penghasil Gas Alam dunia
-
1 dari 20 Negara penghasil Minyak Mentah dunia
-
Urutan 6 penghasil biji-bijian terbesar dunia
-
Urutan 6 penghasil Teh dunia
-
Peringkat 4 penghasil kopi dunia
-
Urutan 3 penghasil Coklat dunia
-
Nomor 1 penghasil Lada Putih dunia
-
Nomor 2 penghasil Lada Hitan dunia
-
Nomor 1 penghasil biji & fuli buah Pala dan
Cengkeh dunia
-
Nomor 2 dunia penghasil Karet alam
-
Produsen Kayu Lapis nomor 1 dunia
-
Ikan (?) sekalipun Indonesia memiliki laut luas
dengan garis pantai terpanjang di dunia, hanya berada di urutan 6 pengahasil
Ikan dunia
Potensi kekayaan yang
secara ekonomi memungkinkan kebutuhan hidup rakyat dapat terpenuhi secara baik untuk
mencapai tingkat makmur dan sejahtera.
Sebagai penghasil bahan mentah terbesar di dunia, ternyata kita tidak
melakukan peningkatan kualitas atau nilai tambah terhadap produk-produk
tersebut, bisanya menjualnya secara gelondongan atau menyerahkannya kepada
pihak asing dalam pengelolaannya. Kita berbangga dengan status sebagai
penghasil bahan mentah dunia tapi harus kecewa dengan predikat yang disandang
sebagai negara pasar terbesar dunia. Kekayaan ekonomi Indonesia belum disebut negara
industri, malah cenderung mengarah kepada negara de-industrialisasi.
Nilai keekonomian hasil produksi suatu Negara dapat di ukur dengan
seberapa besar nilai tambah yang dilakukan terhadap sebuah produk sebelum dijual
atau di ekspor. Minyak mentah di ekspor, setelah diolah di luar negeri kembali
dibeli untuk diimpor ke dalam negeri. Biji kakao diekspor gelondongan, lalu
diimpor hasil olahannya untuk dijadikan produk coklat.
Indonesia
terkendali melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), maupun Kesepakatandan
perjanjian sistem perdagangan bebas dunia seperti Free Trade Agreement (FTA)
atau antar negara, contohnya kesepakatan perdagangan bebas Indonesia-China
(ACFTA), Intra ASEAN, dan lain Negara.
Hal ini memungkinkan terbukanya pasar ekonomi dalam negeri
seluas-luasnya bagi produk jadi dari negara-negara mitra perjanjian perdagangan
bebas yang unggul industri pengolahan bahan baku menjadi barang setengah jadi
dan barang jadi untuk mengekspor ke Indonesia dengan tanpa hambatan.
Masuknya investasi
asing, hanya lebih besar pada pasar uang “panas” seperti pasar modal, surat
utang negara atau juga pasar valas. Terbatas dan tidak tentu waktu lama investasi
asing bertahan di dalam negeri, kapanpun bisa angkat kaki dari Indonesia.
Investasi mestinya lebih diarahkan kepada pembangunan industri pengelolaan
bahan baku menjadi barang setengah jadi dan barang jadi. Sehingga menimbulkan
efek berantai positif bagi Negara dan masyarakat. Bila sistim ekonomi dibangun
mulai dari produksi bahan baku, diolah dan di jadikan bahan siap pakai, maka bagi
Negara akan mendapatkan nilai kemajuan ekonomi industri yang lebih berkualitas,
pendapatan dari berbagai jenis pajak, penguasaan teknologi dan pengetahuan,
tersedia lapangan kerja yang lebih luas dan banyak. Dengan begitu negara dapat
dianggap telah mampu memerankan fungsinya sebagai pelindung ekonomi rakyat.
Tidak sebaliknya
industri yang telah ada menjadi makin pudar masa depannya apalagi bisa hancur,
sebagaimana beberapa industri yang telah ada seperti industri pupuk, industri gula,
industri besi baja, industri tekstil,
juga industri pertanian.
Kekayaan sumber
daya alam bumi Indonesia juga besarnya jumlah penduduk sebagai pasar konsumen
dan adanya upah buruh yang murah, menjadi daya tarik bagi investor asing untuk
menanamkan investasinya di Indonesia, selain pada pasar financial yang instan
dan tak tentu waktu masa bertahannya. Indonesia akan terus menjadi incaran para
pemilik modal besar dan negara dunia yang minim sumber daya alamnya. Sayangnya
peningkatan investasi asing menjadi “bom waktu” oleh adanya aturan dalam
perjanjian yang sangat memanjakan dan mengistimewakan investor. Hal yang
menjadi semacam ”buah simalakama”, bagi pemerintah kala berhadapan dengan
kepentingan rakyat yang mempertanyakan penguasaan total oleh investor asing dan
perlakuan manis yang begitu berlebihan. Bahkan bila dihadapkan pada kebutuhan investasi
yang ramah lingkungan atau pembangunan ekonomi berkelanjutan, akan menjadi perdebatan
berkepanjangan antara kebutuhan pertumbuhan ekonomi yang disokong investasi
asing dan tuntutan perlindungan dan kelestarian lingkungan. Pemerintah menjadi
seperti membisu dan menutup kuping bila berhadapan dengan tuntutan pemerhati
lingkungan yang meneriakan tuntutan ekonomi hijau. Pemerintah mendengar
teriakan, tapi mengunci hati nuraninya dan memeras otak untuk menampilkan
alasan-alasan pembenaran yang membalikkan akal sehat.
Beberapa contoh yang
mengindikasikan kontrol penuh dan penguasaan investor asing terhadap kekayaan
sumber daya alam dapat ditelusur di bidang pertambangan dan energi. Di
pertambangan minyak dan gas dikuasai 85 persen, 100 persen pertambangan mineral seperti di Tembagapura –Timika Papua, pertambangan
Emas di Minahasa Sulawesi Utara, 65 -70 persen di perkebunan, sektor perikanan
samudera yang lemah kontrol jumlah armada dan hasil tangkapan, begitupun 65
persen pengasaan keunganan perbankan nasional.
Berbagai regulasi berupa
undang-undang dan turunannya menjadi tidak berarti untuk dinegosiasikan dengan
para raja kapital, sebab mungkin riskan bagi pemerintah. Padahal semestinya
pemerintah dapat beralasan mengatasnamakan kepentingan rakyat dan bersandar
pada berbagai konvensi yang merupakan kesepakatan dan aturan dunia tentang pembangunan berkelanjutan yang
telah di ratifikasi Indonesia dan telah menjadi undang-undang, yang sejatinya lebih
mementingkan pembangunan berbasis perlindungan lingkungan dan ekosistem alam
dunia, apalagi khususnya negara Indonesia adalah wilayah bumi terpenting yang
menjadi bagian dari paru-paru dunia.
Laju pertumbuhan
industrialisasi berbasis bahan baku seperti perkebunan telah menghancurkan
hutan alam dan menghilangkan habitat satwa, industri pertambangan menyisahkan
kubangan danau yang memenuhi kedalaman perut bumi, membantai pemukiman dan
menghapus kekayaan budaya serta memupus identitas masyarakat dan menebarkan limbah beracun yang berbahaya
bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Hilang dan berkurangnya lahan perkebunan dan pertanian rakyat. Sumber
air sungai maupun air tanah yang sehat
untuk diminum telah hilang mata air dan daerah alirannya, air tercemar limbah
industri dan mengering karena tersedot kuat oleh mesin-mesin industri. Laut
kian keruh dan jenis ikan yang kian langka, jauh ke samudera yang sulit
terjangkau bagi nelayan tradisional selain matinya biota laut akibat buangan
limbah kapal dan ledakan industri pengeboran minyak lepas pantai seperti yang
terjadi tahun 2009 di laut Timor.
Ironi kemajuan
ekonomi yang menyisahkan bencana dan kesengsaraan bagi rakyat kebanyakan yang kemudian
bergelut dengan kehidupan “sampah kesejahteraan” dari segelintir orang bermodal
besar yang bernaung di bangunan-bangunan mewah penghasil gas rumah kaca, yaitu
tentang apa yang harus dimakan hari.
Kita boleh membuka
diri terhadap kehadiran investasi asing dan tekhnologi mutahir, juga menjadi
negara pasar bagi produk luar negeri, sebagaimana kita juga membutuhkan pasar
negara luar untuk menjual produk kita. Hanya saja untuk produk industri
rekayasa berteknologi tinggi dan berbiaya mahal. Keuntungan yang didapat setidaknya kita bisa meng”copy” tekhnologinya
dan mempelajari serta menjadikannya ukuran dan pembanding pencapaian tingkat
kemajuan mapun penguasaan tekhnologi dan pengatahuan yang telah dicapai di
dalam negeri.
Akan tetapi tidak dengan sengaja membutakan mata dan hati kita
terhadap berbagai pengaruh dan dampak negatif yang akan timbul terhadap
kenyamanan dan kepentingan nasional. Baik terhadap kepentingan keselamatan nasional,
kesejahteraan rakyat secara keseluruhan maupun ketersediaan sumber daya
kekayaan bumi nusantara untuk jangka panjang.
Indonesia, negeri
sejuta pesona dengan kekayaan sumber daya alam terbaik, terbesar dan mudah untuk dikuras
tanpa empati oleh para pemburu harta bumi. Negeri impian yang dianggap sunyi
oleh para pilot mesin industri berbasis bahan mentah terhadap suara-suara para
idialis pemerhati lingkungan. Indonesia tanah airku, sedang berada di
persimpangan ruang waktu dan tempat pasar penggerus sumber daya alam dunia.
Quo Vadis Ekonomi Hijau
Indonesia.
Depok, 20 September 2013.
)*Olahan dari berbagai sumber
Langganan:
Postingan (Atom)