Senin, 23 September 2013

HARI ANAK NASIONAL


Sketsa “Kantong Sampah(Seri 3);

 ANAK MASA DEPAN BUMI MANUSIA
by EMBUN1
Tanggal 23 jULi 2013, merupakan perayaan Hari Anak Nasional. Diperingati dalam suarana kental nuansa ketahudan karena bertepatan dengan waktu ummat Muslim melaksanakan salah satu rukun Islam yaitu Ibadah Puasa Ramadhan dan melaksanakan pensucian diri melalui pengeluaran Zakat Fitrah dan meramaikannya dengan berlebaran Idul Fitri.

Masa depan anak adalah hari-hari yang akan dilalui di hari esok, sebagai pelanjut estafet kehidupan manusia. Maka dengan momentum saat ini baik karena bertepatan dengan canangan hari peringatan anak dan ada dalam suasana spiritualitas, mestinya menjadi rana bijak yang sangat baik untuk merefleksikan kepedulian melalui beragam media implementasi. Yaitu dengan mengavaluasi kualitas pencapaian seperti apa yang telah diraih sesuai target tentang program memperlakukan anak-anak.
Data Badan Pusat Statistik 2011, jumlah penduduk Indonesia pada 2010. Usia muda lebih banyak dibandingkan dengan usia tua, terlihat jumlah anak kelompok usia 0-9 tahun sebanyak 45,93 juta, sedangkan anak usia 10-19 tahun berjumlah 43,55 juta jiwa.
Pidato Presiden SBY (Antara News.com, Selasa 23/7), menyampaikan 4 (empat) hak pokok anak, yaitu ;  1. Perawatan dan pengasuha
2. Kesehatan
3. Pendidikan dan rekreasi
4. Hak perlindungan dari kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi
Menurut Presiden SBY, bahwa sesuai amanat konstitusi anak memiliki hak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang,  berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Anak adalah asset keluarga dan bangsa, generasi penerus yang menjadi potensi bangsa di masa depan, sehingga harus di siapkan dengan pendidikan baik umum ataupun khusus untuk eksploitasi dan memanfaatkan potensi diri yang dimiliki. Anak menjadi tanggung jawab orang tua dan Negara.
Pembangunan Nasional terkait erat dengan isu kemiskinan masyarakat yang tidak dapat kesempatan dan tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan anak. Baik anak yang hidup dalam lingkungan keluarga maupun anak yang menjalani kehidupan sendiri atau terlantar.

Upaya perlindungan terhadap anak menunjukkan perkembangan yang menggembirakan dengan lahirnya Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) yang diadopsi oleh PBB pada tahun 1989. Indonesia turut menandatangani dan meratifikasi KHA tersebut melalui Keppres No. 36 tahun 1990.
Dengan demikian, Indonesia terikat secara yuridis (dan politis) untuk mengimplementasikan KHA, ada kemajuannya dengan terbentunya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Akan tetapi upaya-upaya KPAI maupun pemerintah belum maksimal untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak belum memadai, masih saja kita saksikan kejahatan dan eksploitasi ekonomi maupun seksual terhadap anak sering terjadi.

Anak masih kadang dieksploitasi dengan paksa oleh orang tua untuk segera secara instan jadi pintar, untuk itu dihabiskan waktu bermainnya untuk belajar, mengikuti kursus-kursus, pelatihan dan bentuk eksploitasi lainnya seperti  didunia entertain yang semata memenuhi keinginan dan ambisi orang tuanya. Begitupun penciptaan suasana lingkungan dimasyarakat yang menghilangkan masa-masa bermain dan kebebasan di masa kecil anak. Sekarang ini bila masuk kelas satu Sekolah Dasar sudahharus bisa baca, tulis, menghitung secara matematika, sudah bisa berbahasa inggris.
Berdasarkan laporan Education for All Global Monitoring Report yang dirilis UNESCO 2011, tingginya angka putus sekolah menyebabkan peringkat indeks pembangunan rendah. “Indonesia berada di peringkat 69 dari 127 negara dalam Education Development Index”.

Sementara, laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, setiap menit ada empat anak yang putus sekolah. Bahkan pada tahun 2010 usia sekolah yakni 7-15 tahun yang terancam putus sekolah sebanyak 1,3 juta.  Bila demikian maka kalau dihitung per waktu, 1 menit. Berarti dalam setahun adalah ; 1 menit = 4 anak putus sekolah x 60menit/1 jam x 24 jam/1 hari x 365 hari/1tahun = 2.102.400 anak putus sekolah setiap tahun.
Berbagai sebab menjadi alasan anak putus sekolah. Akan tetapi lebih banyak pada kemampuan ekonomi masyarakat berbanding lurus dengan ke’tidak” tersediaan peluang yang luas dan terbuka serta berbiaya murah atau terjangkau khususnya masyarakat miskin untuk masyarakat dapat bebas memilih lembaga pendidikan apapun sesuai minat dan kemampuan anak oleh pemerintah kita.
Anak memiliki hak mendapatkan ruang untuk bermain dan menata memori diri masa kecil dalam suasana dan kesempatan yang indah serta menggembirakan. Untuk itulah ketersediaan ruang dan tempat bermain yang terbuka, luas, bebas, bersinyaman dan aman tanpa ongkos adalah bagian lain penataan ruang yang mestinya menjadi tanggung jawab pemerintah melaksanakan “perintah” konstitusi. Belum lagi jaminan perlindungan terhadap kesehatan anak baik makanan bergizi dan bebas racun kimiawi, termasuk udara bersih dan sehat, agar pertumbuhannya normal dan bebas dampak negatif bakteri yang dapat merusak secara jangka panjang.
Hak konstitusi anak oleh negara, mungkinkah hanya sebatas pidato dan catatan yang sekadar upacara serimonial basa-basi rutin menghabiskan biaya yang telah teranggarkan dalam Anggaran Belanja Daerah/Negara setiap tahun, sekaligus  menghabiskan berlembar-lembar kertas dari bahan baku hutan Indonesia sekadar dokumentasi di lemari pustaka.
Selamat Hari Anak Nasional 23 Juli 2013.

Tidak ada komentar: