Sketsa
“Kantong Sampah” ;
DERITA
MENGURAI DAFTAR KESULITAN
by EMBUN1
Hari ini seorang Ibu hendak berbelanja di pasar dengan uang yang dibawah
sebanyak Rp 100.000. Daftar belanjaan sbb
;
1. Beras
, kualitas sedang untuk kebutuhan makan dalam bulan puasa, setidaknya lebih baik dari bulan-bulan selain
bulan Ramadhan.
2. Gula,
selama puasa kebutuhan pasokan makanan yang manis sangat tinggi, dari makanan
buka puasa hingga makan sahur
3. Sayur,
asupan makananan berserat dan kebutuhan nutrisi sayur-sayuran sangat diperlukan
untuk metabolisma tubuh saat berpuasa
4. Minyak
goreng
5. Bawang
merah + bawang putih
6. Cabe
hijau + cabe keriting
7. Ikan
8. Ayam
potong
9. Buah-buahan
10. Bumbu
masak
Apa semua daftar belanja tersebut
dapat dibeli dengan jumlah uang hanya Rp 100.000, apa sajakah yang perlu dan
tidak perlu dibeli. Bila semua dibeli sesuai daftar belanja maka cukupkah uang
tersebut serta berapa banyak jumlah masing-masing barang agar uangnya cukup memenuhi
semua kebutuhan dalam daftar belanja ?
Selain kebutuhan
rutin setiap hari, masih ada kewajiban untuk hal-hal lain yang tetap harus
disiapkan selain makan dan minum, seperti ;
1.
Ongkos taransportasi
2.
Keperluan mandi dan cuci
3.
Biaya Listrik dan Air
4.
Keperluan Lebaran
5.
Biaya keperluan
sekolah anak
6.
Pulsa HP
7.
Biaya kesehatan
8.
Rekreasi
9.
Mudik
10.
Biaya-biaya hidup lain-lain yang terus melambung
harga-harganya secepat dan sekeras jeritan rakyat
Presiden Republik Indonesia
Susilo Bambang Yudoyono dengan berwajah “masem”
hari senin ini (22/7) di berita TV memarahi pembantu-pembantunya. Pembantunya yang
disebut Menteri dalam jabatannya saling menyela dengan berbagai kalimat
diplomatis dan mode pencitraan layaknya kebiasaan dan gaya para pejabat
umumnya. Sudah berulang-ulang sang Presiden negeriku berkelu kesah, gusar,
galau dan lain kejengkelan atau istilah sejenisnya sebagai gambaran ketidak
puasan terhadap para pembantunya yang berbulan-bulan sudah masih berkutat
dengan kemaslahan hidup rakyat bangsa dan Negara bernama Indonesia. Betapa rentannya kedaulatan pangan negeriku
ini.
Pembantu pengurus bidang
pertanian, entah karena banyak lahan pertanian telah beralih menjadi pemukiman
atau karena tanah-tanah pertanian tidak lagi dimiliki rakyat dan hanya sebagai buruh
tani, tidak lagi menanam bawang, tidak bisa menanam cabe dan sayur-mayur.
Sawah-sawah hilang butiran padinya – termasuk program persawahan lahan gambut
sejuta hektar yang telah lenyap ditelan waktu, makin tergerus batas pematang dalam
luas menjadi sempit dan kering karena saluran irigasi telah dialihkan ke pembangunan
pemukiman baru yang mahal bagi kelas menengah ke atas yang masih laku keras dan
menghabiskan kredit bisnis perumahan rakyat. Dibalik itu rakyat kebanyakan
hanya bisa berbagi ruang kontrakan dengan pembayaran bulanan yang seret dan
nyaris terusir ke jalanan.
Bawang merah bawang putih, barang mewah bawa upeti. Bawang,
cabe, ikan daging, beras, sabu, ekstasi bahkan limbah beracun, terus diimpor
melalui darat, laut maupun udara.
Lahan-lahan kosong, padang
ilalang, areal sabana yang terbentang luas seanteru negeri Nusantara tidak lagi
menaburkan makanan ternak, karena para peternak telah pergi berkemah di kantor
pos menunggu pembagian “BALSEM”. Petani peternak tidak lagi memiliki tanah, tidak
bias mendapatkan kredit mudah dan layak, walau dalam laporan setiap tahun data
statisti selalu menanjak.
Ikan-kan makin buas menghancurkan
perahu dan jaring nelayan yang telah tua termakan usia karena kredit usaha
rakyat melalui Program Wira Usaha Bahari yang terkucur harus menyediakan agunan
dan pengucur kredit lebih memilih siapa dikau kukenal kita bicara untuk sepakat
berapa kita saling membagi untung secepatnya dari balik meja berkaca. Program
yang sangat tidak fleksibel dalam implementasinya.
Tapi para pencuri kekayaan laut
berbendera merah putih berdokumen bodong dari hasil kong-kalikong, masih lancar
mengeruk ikan dan hasil laut sepanjang perairan negeri khatulistiwa. Setelah
mengemasnya dengan batuan es lalu menjualnya kembali sebagai barang impor. Para
penjual ikan yang ternyata tidak bisa berenang ini malah sangat kaya raya
dibanding nelayan kita yang terus bermasalah dengan keterbatasan sarana
prasarana, pendanaan dan perbaikan hidupnya. Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) terus mengeluh bahwa pencurian ikan perairan Indonesia setiap tahun
bernilai Rp 11,8 triliun, sedangkan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) – PBB
melaporkan potensi kerugian Indonesia akibat pencurian ikan mencapai Rp 30
triliun per tahun. Indonesia kehilangan devisa hampir setengah dari nilai
produksi perikanan tangkap di laut yang pada tahun 2011 sebesar lebih dari Rp.
60 triliun.
Di sisi lain Impor ikan terus
menunjukan tren meningkat. Tahun 2011 impor ikan mencapai 441.000 ton senilai
494 juta dollar AS, tahun 2012 nilai impor 610.000 ton. 26,2% peningkatan impor
dalam setahun yang bahkan lebih tinggi melampui nilai ekspor ikan Indonesia
yang hanya meningkat 16,63%.
Pembantu urusan dagang, hanya
berkerja menandatangani ijin membeli barang oleh para cukong yang telah
dilipatgandakan harga pokok pembeliannya lalu dijual dengan menambah harga dari
biaya-biaya siluman para pejabat berkentingan kemudian baru dijual ke konsumen dalam
negeri, ternyata toh masih bingung kenapa belum juga mencukupi kebutuhan.
Pembelian import menggunakan uang US$, itu berarti menggunakan
devisa negara dengan tarif saat ini 1 US$ sudah lebih dari Rp 10.000, sangat
baik untuk menguras devisa Negara.
Rp 100.000, adalah jumlah uang
besar untuk memenuhi kebutuhan harian yang tentu tidak mungkin berlaku rutin
setiap hari selama sebulan penuh, bila diuji dengan pendapatan UMR per bulan
seorang pekerja kebanyakan, begitupun seorang pekerja upah harian, PRT atau
buruh bangunan, buruh tani, apalagi supir angkot.
Di tahun kemarin (2012)
pemerintah mengumumkan bahwa Indonesia telah mengalami penurunan angka
prosentase orang miskin hingga mencapai 11,96 % , menurun dari 12,36 % tahun
2011 dan ditargetkan pada tahun 2015 hanya ada 8 % orang miskin di negeri
“zamrud di khatulistiwa”. Angka-angka keberhasilan program penuntasan
kemiskinan yang membanggakan dan memenuhi pencitraan keberhasilan program pembangunan
yang berhasil dicapai.
Dengan demikian kemiskinan
struktural sebagai impak dari keburukan tata cara bernegara, tentunya hanya
pendapat sebatas isapan jempol belaka
oleh para ekonom non neo liberal yang tidak sehaluan dengan pemerintah kita.
Sebuah penelitian kasuistik untuk
menghitung indeks gini dari pendapatan rumah tangga, hasilnya menunjukan angka
diatas 0,65 % yang artinya 1 persen Lapisan
teratas menikmati hingga 65 persen total kekayaan rumah tangga di
Indonesia.
Nah lho, hal ini berbeda ternyata
menurut Bank Dunia dalam Wold Development
Report 2009, menyatakan “lumrah” Indonesia bila masih ada
ketimpangan sosial dengan alasan pembangunan
masih terus berkembang.
Maka berbelanjalah dengan Rp
100.000, untuk makan hari ini, agar lingkungan aman dan damai dan tidak merusak
ekosistem kehidupan alam manusia di
sekitarnya.
Besok ya besok. akan dipikirkan
lagi apa yang ada di dalam “Kantong
Sampah” berikutnya.
(Data dan angka
dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar