Minggu, 21 Juli 2013

KANTONG SAMPAH (Sketsa) tentang Derita di Masyarakat


Sketsa “Kantong Sampah” ;

 DERITA MENGURAI DAFTAR KESULITAN
by EMBUN1


Hari ini seorang Ibu hendak  berbelanja di pasar dengan uang yang dibawah sebanyak Rp 100.000. Daftar belanjaan sbb  ;
1.       Beras , kualitas sedang untuk kebutuhan makan dalam bulan puasa,  setidaknya lebih baik dari bulan-bulan selain bulan Ramadhan.
2.       Gula, selama puasa kebutuhan pasokan makanan yang manis sangat tinggi, dari makanan buka puasa hingga  makan sahur
3.       Sayur, asupan makananan berserat dan kebutuhan nutrisi sayur-sayuran sangat diperlukan untuk metabolisma tubuh saat berpuasa
4.       Minyak goreng
5.       Bawang merah + bawang putih
6.       Cabe hijau + cabe keriting
7.        Ikan
8.       Ayam potong
9.       Buah-buahan
10.   Bumbu masak

Apa semua daftar belanja tersebut dapat dibeli dengan jumlah uang hanya Rp 100.000, apa sajakah yang perlu dan tidak perlu dibeli. Bila semua dibeli sesuai daftar belanja maka cukupkah uang tersebut serta berapa banyak jumlah masing-masing barang agar uangnya cukup memenuhi semua kebutuhan dalam daftar belanja ?

Selain kebutuhan rutin setiap hari, masih ada kewajiban untuk hal-hal lain yang tetap harus disiapkan selain makan dan minum, seperti ;
1.       Ongkos taransportasi
2.       Keperluan mandi dan cuci
3.       Biaya Listrik dan Air
4.       Keperluan Lebaran
5.       Biaya keperluan  sekolah anak
6.       Pulsa HP
7.       Biaya kesehatan
8.       Rekreasi
9.       Mudik
10.   Biaya-biaya hidup lain-lain yang terus melambung harga-harganya secepat dan sekeras jeritan rakyat
Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudoyono dengan berwajah “masem” hari senin ini (22/7) di berita TV memarahi pembantu-pembantunya. Pembantunya yang disebut Menteri dalam jabatannya saling menyela dengan berbagai kalimat diplomatis dan mode pencitraan layaknya kebiasaan dan gaya para pejabat umumnya. Sudah berulang-ulang sang Presiden negeriku berkelu kesah, gusar, galau dan lain kejengkelan atau istilah sejenisnya sebagai gambaran ketidak puasan terhadap para pembantunya yang berbulan-bulan sudah masih berkutat dengan kemaslahan hidup rakyat bangsa dan Negara bernama Indonesia. Betapa rentannya kedaulatan pangan negeriku ini.
Pembantu pengurus bidang pertanian, entah karena banyak lahan pertanian telah beralih menjadi pemukiman atau karena tanah-tanah pertanian tidak lagi dimiliki rakyat dan hanya sebagai buruh tani, tidak lagi menanam bawang, tidak bisa menanam cabe dan sayur-mayur. Sawah-sawah hilang butiran padinya – termasuk program persawahan lahan gambut sejuta hektar yang telah lenyap ditelan waktu, makin tergerus batas pematang dalam luas menjadi sempit dan kering karena saluran irigasi telah dialihkan ke pembangunan pemukiman baru yang mahal bagi kelas menengah ke atas yang masih laku keras dan menghabiskan kredit bisnis perumahan rakyat. Dibalik itu rakyat kebanyakan hanya bisa berbagi ruang kontrakan dengan pembayaran bulanan yang seret dan nyaris terusir ke jalanan.
Bawang merah bawang putih, barang mewah bawa upeti. Bawang, cabe, ikan daging, beras, sabu, ekstasi bahkan limbah beracun, terus diimpor melalui darat, laut maupun udara.
Lahan-lahan kosong, padang ilalang, areal sabana yang terbentang luas seanteru negeri Nusantara tidak lagi menaburkan makanan ternak, karena para peternak telah pergi berkemah di kantor pos menunggu pembagian “BALSEM”. Petani peternak tidak lagi memiliki tanah, tidak bias mendapatkan kredit mudah dan layak, walau dalam laporan setiap tahun data statisti selalu menanjak.  
Ikan-kan makin buas menghancurkan perahu dan jaring nelayan yang telah tua termakan usia karena kredit usaha rakyat melalui Program Wira Usaha Bahari yang terkucur harus menyediakan agunan dan pengucur kredit lebih memilih siapa dikau kukenal kita bicara untuk sepakat berapa kita saling membagi untung secepatnya dari balik meja berkaca. Program yang sangat tidak fleksibel dalam implementasinya.
Tapi para pencuri kekayaan laut berbendera merah putih berdokumen bodong dari hasil kong-kalikong, masih lancar mengeruk ikan dan hasil laut sepanjang perairan negeri khatulistiwa. Setelah mengemasnya dengan batuan es lalu menjualnya kembali sebagai barang impor. Para penjual ikan yang ternyata tidak bisa berenang ini malah sangat kaya raya dibanding nelayan kita yang terus bermasalah dengan keterbatasan sarana prasarana, pendanaan dan perbaikan hidupnya. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mengeluh bahwa pencurian ikan perairan Indonesia setiap tahun bernilai Rp 11,8 triliun, sedangkan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) – PBB melaporkan potensi kerugian Indonesia akibat pencurian ikan mencapai Rp 30 triliun per tahun. Indonesia kehilangan devisa hampir setengah dari nilai produksi perikanan tangkap di laut yang pada tahun 2011 sebesar lebih dari Rp. 60 triliun.
Di sisi lain Impor ikan terus menunjukan tren meningkat. Tahun 2011 impor ikan mencapai 441.000 ton senilai 494 juta dollar AS, tahun 2012 nilai impor 610.000 ton. 26,2% peningkatan impor dalam setahun yang bahkan lebih tinggi melampui nilai ekspor ikan Indonesia yang hanya meningkat 16,63%.
Pembantu urusan dagang, hanya berkerja menandatangani ijin membeli barang oleh para cukong yang telah dilipatgandakan harga pokok pembeliannya lalu dijual dengan menambah harga dari biaya-biaya siluman para pejabat berkentingan kemudian baru dijual ke konsumen dalam negeri, ternyata toh masih bingung kenapa belum juga mencukupi kebutuhan.
Pembelian import  menggunakan uang US$, itu berarti menggunakan devisa negara dengan tarif saat ini 1 US$ sudah lebih dari Rp 10.000, sangat baik untuk menguras devisa Negara.
Rp 100.000, adalah jumlah uang besar untuk memenuhi kebutuhan harian yang tentu tidak mungkin berlaku rutin setiap hari selama sebulan penuh, bila diuji dengan pendapatan UMR per bulan seorang pekerja kebanyakan, begitupun seorang pekerja upah harian, PRT atau buruh bangunan, buruh tani, apalagi supir angkot.
Di tahun kemarin (2012) pemerintah mengumumkan bahwa Indonesia telah mengalami penurunan angka prosentase orang miskin hingga mencapai 11,96 % , menurun dari 12,36 % tahun 2011 dan ditargetkan pada tahun 2015 hanya ada 8 % orang miskin di negeri “zamrud di khatulistiwa”. Angka-angka keberhasilan program penuntasan kemiskinan yang membanggakan dan memenuhi pencitraan keberhasilan program pembangunan yang berhasil dicapai.
Dengan demikian kemiskinan struktural sebagai impak dari keburukan tata cara bernegara, tentunya hanya pendapat sebatas isapan jempol belaka oleh para ekonom non neo liberal yang tidak sehaluan dengan pemerintah kita.
Sebuah penelitian kasuistik untuk menghitung indeks gini dari pendapatan rumah tangga, hasilnya menunjukan angka diatas 0,65 % yang artinya 1 persen Lapisan teratas menikmati hingga 65 persen total kekayaan rumah tangga di Indonesia.
Nah lho, hal ini berbeda ternyata menurut Bank Dunia dalam Wold Development Report 2009, menyatakan  “lumrah” Indonesia bila masih ada ketimpangan sosial dengan alasan pembangunan  masih terus berkembang.
Maka berbelanjalah dengan Rp 100.000, untuk makan hari ini, agar lingkungan aman dan damai dan tidak merusak ekosistem kehidupan alam  manusia di sekitarnya.
Besok ya besok. akan dipikirkan lagi apa yang ada di dalam “Kantong Sampah” berikutnya.

(Data dan angka dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar: