Jumat, 01 November 2019

Ikan Bermotif Aneh



 Foto ikan bermotif aneh di Seram Bagian Barat (Sumber foto: Rakyat Maluku)


TABAOS.ID,- Masyarakat Maluku kembali heboh atas temuan biota laut yang ‘aneh’. Sedang berada dalam suasana gempa susulan dan minimnya literasi bisa saja membuat orang jadi irasional dan lebih percaya pada tahayul.
Sebelumnya masyarakat Kota Ambon heboh karena ditemukannya gurita berselendang, membuat warga penasaran dan berbondong-bondong datang melihat. Apalagi ada banyak cerita dan bumbu misteri yang turut melatari temuan itu.
Padahal itu spesies gurita biasa. Namanya memang Gurita Berselendang atau Tremoctopus Violaceus. Sejumlah publikasi juga menyebut gurita berselendang sebagai gurita berselimut atau Blanket Octopus.
Kini warga kembali heboh, dengan ditemukannya ikan bermotif tulisan atau bertato di Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku (21/10). Apalagi susunan huruf terbalik di badan ikan itu mirip tulisan nama satu tempat. Menjadikan masyarakat berada dalam kesimpulan beragam, yang lagi-lagi telihat lebih irasional.
Lantas ini fenomena apa? Sebenarnya ini hanya gejala alam biasa, yang terjadi juga karena ulah manusia, yang kerap membuang sampah ke laut. Besar kemungkinan jenis ikan yang tak bersisik itu, terperangkap atau terbungkus lembaran kertas, surat kabar atau kain bermotif yang terbuang di lautan.
Menempelnya kain atau kertas serta permukaan kulit ikan yang tak bersisik dan agak berlendir itu memudahkan tulisan atau pola di kain atau kertas dengan mudah berpindah ke kulit ikan. Jadi bukan hal aneh, apalagi sampai dihubungkan dengan tanda-tanda atau kode alam, sehingga warga semakin takut.
Sebenarnya fenomena ini juga pernah ditemukan dua tahun lalu oleh sekelompok nelayan di Filipina. Penampakan motif dan pola-pola aneh disekujur tubuh ikan yang tertangkap di Provinsi Misamis Occidental Filipina itu juga menimbulkan kehebohan warga setempat.
Beritanya juga spontan menyebar, orang-orang langsung mengabadikan gambarnya, dan mengungahnya di media sosial. Foto ikan itu pertama kali diunggah di jejaring sosial Facebook dan memicu perdebatan antar warganet, karena ada coretan mirip tato disekujur kulit ikan.
Nelayan yang berhasil menangkapnya juga amat terkejut ketika menyadari ada yang aneh dengan ikan hasil tangkapannya. Ikan yang ditangkap itu adalah dari jenis ikan Pelagis, yaitu ikan yang habitatnya dekat dipermukaan laut.

Ikan bertato yang ditemukan nelayan di Provinsi Misamis Occidental, Filipina.
Jadi, darimana asal tato ikan? Indocropcirles mencoba mengamati dan menelitinya dengan cara memutar balik gambar tato yang ada pada kulit ikan. Ternyata tato tersebut adalah sebuah merk celana jeans.
Merk apa jeans itu belum dapat diketahui, karena yang tampak hanyalah bacaan yang tidak begitu jelas terlihat, yaitu **E JEANS. Tulisan itu terdapat persis dibawah sebuah logo berbentuk perisai polos, dengan mahkota diatasnya.
Tato atau gambar pada ikan itu setelah fotonya dibalik, tampak tulisan “JEANS” pada motif di kulit ikan, yang kemungkinan terbentuk akibat tertempel kain dalam waktu yang lama. Sehingga kemungkinan besar ikan jenis Pelagis ini bisa memiliki tato di badannya itu karena kulit ikan terbungkus oleh sebuah kain yang bermotif tersebut, mungkin sejenis celana jeans.
Karena ikan jenis Pelagis ini tidak memiliki sisik, maka dengan tertempelnya kain bermotif tersebut ke sisik ikan dalam waktu lama, maka terciptalah motif celana jeans pada kulit ikan yang tertangkap itu.
Artinya, ini fenomena alam biasa. Mungkin hikmah atau pelajaran yang mesti kita ambil adalah, ternyata alam sudah semakin rusak, laut kita yang indah sudah semakin tercemar. Sudah saatnya kita lebih peduli, karena alam ini bukan hanya tempat bagi kita, tapi bakal jadi hunian bagi generasi selanjutnya. Stop Buang Sampah di Laut!
·         Penulis: Ikhsan Tualeka 

·         Sumber: IndoCropCircles.com



Jumat, 06 September 2019

Juli Lalu Jadi Bulan Terpanas Sepanjang Sejarah

Juli Lalu Jadi Bulan Terpanas Sepanjang SejarahIlustrasi Global Warming. ©2015 Merdeka.com


Merdeka.com - Bulan lalu yakni Juli 2019, disebut sebagai bulan terpanas sepanjang sejarah perekaman temperatur Bumi. Setidaknya, ini adalah bulan terpanas sepanjang 140 tahun belakangan.
Data ini diambil dari informasi terbaru dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) yang dikutip dari Mashable.
Rekor yang didapatkan oleh NOAA ini dikonfirmasi oleh Komisi Uni Eropa yang menganalisis data serupa, serta organisasi riset iklim Berkeley Earth.
Disebut, di penjuru bagian Bumi terlanada panas yang belum pernah terjadi sebelumnya di Juli kemarin. Oleh karena itu, temperatur melonjak hingga memecahkan rekor sebagai bulan terpanas yang pernah terekam.
Tak cuma panas, rekor ini juga menyusutkan es di lautan Kutub Utara dan Antartika ke posisi tertinggi sepanjang sejarah.
Hal ini terjadi dikarenakan Juli biasanya memang jadi bulan terpanas sepanjang tahun. Hal ini didukung pula dengan tahun 2019 yang secara keseluruhan lebih panas ketimbang tahun-tahun sebelumnya.

Tiap Bulan, Temperatur Bumi Makin Panas
Tak cuma memecahkan rekor, bulan Juli 2019 menandai tren jangka panjang terkait kenaikan temperatur yang terjadi tiap berganti bulan.
Faktanya, bahkan Juli 2019 adalah ke 415 kalinya setiap bulan makin panas. Hal ini berarti setiap orang yang lahir setelah tahun 1985 akan mengalami tiap bulan makin panas dalam hidupnya.
2019 sendiri disebut jadi salah satu tahun terpanas sepanjang sejarah, bergelut dengan setiap tahun di lima tahun terakhir. Menurut data NOAA, hal ini dipicu tingginya karbon dioksida di atmosfer yang bertanggung jawab sebagai gas rumah kaca. Tingkat ketinggian ini diklaim paling tinggi dalam 800.000 tahun.
Ahli paleoklimatologi menemukan bahwa konsentrasi karbon dioksida meningkat pada tingkatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam catatan sejarah dan geologis. [idc]
Selasa, 20 Agustus 2019 11:31 Reporter : Indra Cahya

Kamis, 05 September 2019

Ikan Purba Raja Laut (Coelacanth) Kembali Ditemukan Di Perairan Raja Ampat

Raja Ampat (15/6), Ikan purba raja laut (Coelacanth) secara tidak sengaja terpancing oleh nelayan dari kelurahan Pulau Ram Distrik Sorong Kepulauan. Yulius Faidiban dan Yopi Mamoribo, selaku nelayan yang tidak sengaja menangkap ikan purba tersebut tidak pernah menyangka kegiatan melaut  yang dilakukan pada Sabtu, 15 Juni 2019 di perairan Urbinasopen, Raja Ampat dengan kedalaman ± 60 m, akan mendapatkan hasil diluar dugaan.
Ikan yang terpancing pada pukul 08.00 WIT langsung didaratkan dalam kurun waktu kurang lebih dua jam. Pendaratan ikan purba ini dilakukan ke daerah Suprau, Distrik Maladum Mes, dalam keadaan hidup. Berita terpancingnya ikan Coelacanth mulai menyebar, berawal dari banyaknya masyarakat yang mendokumentasikan ikan tersebut, karena sebelumnya tidak pernah ada nelayan yang mendapatkan ikan purba ini. 
KKP dalam hal ini Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong yang mendapatkan laporan ditemukannya ikan ini segera menuju lokasi. Bersama tim reaksi cepat penanganan mamalia laut dan jenis ikan dilindungi, tim  bergerak ke Pasar Boswesen untuk mengamankan ikan yang memiliki panjang total 98 cm dan berat 12,48 kg. 

Ikan Raja Laut atau Coelacanth  yang ditemukan di Indonesia semuanya merupakan jenis satwa yang dilindungi berdasarkan PP  No. 7 Tahun 1999. Tidak hanya perlindungan nasional, ikan Raja Laut ini juga dilindungi secara internasional, yakni masuk dalam Appendix I CITES.

Sebelumnya, ikan purba ini juga pernah ditemukan di perairan Raja Ampat, tindak lanjut dari pihak yang bertanggung jawab dengan melakukan uji DNA yang menyatakan spesies tersebut sama dengan spesies yang ditemukan di perairan Manado (Latimeria sp.). Berdasarkan informasi tersebut, Loka PSPL Sorong berencana untuk melakukan uji DNA pada ikan yang baru ditemukan, dengan harapan ikan tersebut berbeda jenisnya dari yang sebelumnya (LPSPL Sorong, 16/06/2019)

Camera trap captures rare high-definition photos of a jaguar in the wild

by ; RUSSELL MCLENDON 

June 20, 2019, 9 a.m.

A wild jaguar approaches a camera trap at Nouragues Natural Reserve in French Guiana. (Photo: © Emmanuel Rondeau/WWF France)


Jaguars are the third-largest cat species on Earth, smaller only than lions and tigers, and the largest one left in the Americas. They're incredibly sneaky despite their size, though, and excel at fading into the background. They may have been an uncommon sight even in their heyday, when they roamed from Argentina to as far north as the Grand Canyon and Colorado.
Still, they're especially ghostlike today, and not just because of their natural stealth. Jaguars now exist only in fragments of their former range, having been wiped out in many places by generations of habitat loss and hunting. And while camera traps have given us glimpses of these elusive cats in recent years — including a few high-quality shots, like these from photographers Steve WinterNick Hawkins and Sebastian Kennerknecht — it's relatively rare to record wild jaguars in the vivid detail they deserve.
In hopes of capturing new high-resolution images of jaguars in their element, WWF France commissioned photographer and videographer Emmanuel Rondeau for an expedition to French Guiana. This quest, documented in the WWF's new web series "Mission Jaguar: Guiana," took Rondeau to Nouragues Natural Reserve, which protects 105,800 hectares (408 square miles) of tropical forest in northeastern South America. Below are some of the images he caught there, courtesy of WWF France.

Welcome to the jungle

Nouragues Natural Reserve borders the Guiana Shield, a geological formation and biodiversity hotspot on the northeastern coast of South America. (Photo: © Emmanuel Rondeau/WWF France)

Nouragues Natural Reserve lies at the edge of the Guiana Shield, a roughly 2 billion-year-old geological formation where up to 80% of the native biodiversity may be unknown to science. It's also near the Amazon, the world's largest protected tropical rainforest and still one of its most mysterious. Scientists continue to find previously unknown wildlife there, such as the 381 species discovered during surveys in 2014 and 2015, including 216 plants, 93 fish, 32 amphibians, 20 mammals, 19 reptiles and one bird.
The reserve lies at the heads of two watersheds, formed by the Approuague and Comté rivers, and hosts a wide variety of riparian habitats. (Photo: © Emmanuel Rondeau/WWF France)
Founded in 1995, Nouragues stretches across a swath of French Guiana between the Approuague River and the Haute-Comté region. About 99% of the park's vegetation is dense tropical rainforest, but it also supports other ecosystems like riparian forests, liana forests and "cambrouses," or thick formations of bamboo-like grasses.

Spotted cat spotted

Rondeau's high-resolution camera trap captured several striking images as the jaguar cautiously crept through the forest. (Photo: © Emmanuel Rondeau/WWF France)

Jaguars are the top predator in the Amazon Basin, where they play an important ecological role by controlling populations of many other species across their habitat. They prey on large land mammals like deer, peccaries and tapirs, but also defy the feline stereotype of avoiding water. Jaguars are good swimmers, and prowl rivers for fish, turtles and caimans.
Jaguars are the top predator in the Amazon and the largest big cat species in the Americas. They're the third-largest feline on Earth, trailing only lions and tigers. (Photo: © Emmanuel Rondeau/WWF France)
The jaguar's range has shrunk by half in the last 100 years, according to the WWF, which cites deforestation and agriculture as the primary reasons. Jaguar populations have shrunk, too, disappearing entirely from some countries. This decline continues today, driven by ongoing habitat loss as well as depletion of prey species, conflict with humans and rising demand for jaguar parts in Asia.
An estimated 64,000 jaguars exist in the wild today, divided into 34 subpopulations — 25 of which are threatened, and eight of which are in danger of extinction. (Photo: © Emmanuel Rondeau/WWF France)
Due to the demand for jaguar teeth, claws and other body parts in some Asian countries, poaching now poses a growing threat to the already embattled cats. There are signs of an emerging trade network for jaguar parts between Central America and Asia, a 2018 report found, and the WWF warns this surge in demand can even spur poaching in jaguar strongholds like the Amazon.
Jaguars have lost about half of their range in the last 100 years, according to the WWF, resulting in reduced and even extinct populations in some countries. (Photo: © Emmanuel Rondeau/WWF France)
Jaguars are listed as Near Threatened by the International Union for Conservation of Nature (IUCN), which also classifies the species' population as decreasing. Yet despite their dire situation overall, these resilient cats have seized on some recent opportunities to claw back. In Mexico, for example, a 2018 study found that wild jaguar populations had grown by 20% in the last eight years. The increase is credited largely to a conservation program launched in 2005.
In addition to habitat loss, jaguars are increasingly threatened by poaching to meet demand in China for teeth, claws and other jaguar parts. (Photo: © Emmanuel Rondeau/WWF France)
For more about jaguars and the struggle to save them, see the WWF's species profile and its new video series from French Guiana.

Senin, 15 Juli 2019

Pengrusakan Hutan di Maluku Utara Untuk Perkebunan Sawit

Pelepasan kawasan hutan di Maluku Utara terus dilakukan oleh pemerintah, beberapa diantaranya diperuntukan untuk perkebunan sawit. Perkebunan yang kerap kali menimbulkan masalah dengan masyarakat adat akan beroperasi di beberapa kabupaten yakni, Halmahera Tengah, Halmahera Selatan, Kepulauan Sula.

Sebagaimana yang diberitakan http://malut.aman.or.id ;

Kerusakan Alam disektor Kehutanan di Halmahera.( Dok AMAN Malut)

MALUT- Pelepasan kawasan hutan di Maluku Utara terus dilakukan oleh pemerintah, beberapa diantaranya diperuntukan untuk perkebunan sawit. Perkebunan yang kerap kali menimbulkan masalah dengan masyarakat adat akan beroperasi di beberapa kabupaten yakni, Halmahera Tengah, Halmahera Selatan, Kepulauan Sula.
Data yang di list oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada periode Oktober tahun 2015, menyebutkan progres pelepasan kawasan hutan untuk budidaya perkebunan di Maluku Utara ada 11 pemohon perusahan dengan komoditas yang beragam, antara lain:
  1. PT Budi Sula Intim, dengan Nomor : 63/KPTS-II/1994, luas lahan 768,25 Ha, jenis komoditas kelapa sawit, dengan lokasi di Halmahera Tengah.
  2. PT Dede Gandasuling, dengan Nomor SK.374/Menhut-II/2005, luas lahan 19.808,30 Ha, jenis komoditas perkebunan, dengan lokasi di Halmahera Tengah
  3. PT Gelora Mandiri Membangun, dengan Nomor SK.22/Menhut-II/2009, luas 003,90 Ha, jenis komoditas kelapa sawit dengan lokasi di Halmahera Selatan.
  4. PT Ginangfohu Plantation, dengan Nomor SK.324/Menhut-II/2011, luas 8.486,72 Ha, jenis komoditas kelapa sawit, lokasi Kepulauan Sula.
  5. PT Green Jaya Plantation, dengan Nomor SK 705/KPTS-II/92 luas 4.194,00 Ha, jenis komoditas kelapa hibrida, karet, coklat, lokasi Malut
  6. PT Inmal Tani dengan Nomor SK 07/KPTS/Kwl-6/1994 luas 100,00 Ha, jenis komoditas Kelapa Sawit, lokasi Malut
  7. KUD Lay Thohang dengan Nomor SK 178/Kpts-II/2000 total 425,10 Ha, jenis komoditas karet dan kakao, di Halmahera Tengah.
  8. PT Manggala Rimba Sejahtera, dengan Nomor SK. 856/Menhut-II/2014, total luas 11.404,20 Ha, jenis komoditas Kelapa Sawit, di Halmahera Tengah
  9. PT Mega Buana dengan Nomor SK 208/KPTS-II/1994 total 509,85 Ha, jenis komoditas Kelapa Sawit, lokasi Maluku Utara.
  10. PT Weda Bay Nickel dengan Nomor SK 482/Menhut-II/2012 luas 1.432,22 Ha, untuk pengembangan industri pengolahan dan sarana prasarana, lokasi Halmahera Tengah.
  11. PT Yosmas & Sons Sekakarsa PT dengan Nomor SK 186/Kpts-II/99, Total luas  816,60 Ha, jenis komoditas  Kelapa Sawit.
Total keseluruhan luas kawasan hutan yang dilepas untuk kepentingan perusahan diatas sebesar 59.949,14 Ha. Alih fungsi kawasan hutan ini berlangsung secara masif. Hal tersebut diperkirakan kedepan Maluku Utara akan menghadapi ancaman ekologis yang cukup mengkhawatirkan. ( AMAN).