Senin, 07 Desember 2015

Sustainable Finance

Sustainable Finance, Mengubah Paradigma Serakah Menjadi Hijau
Roadmap menekankan perlunya aturan yang menjadi payung kebijakan Sustainable Finance.
RZK
Dibaca: 355 Tanggapan0
Sustainable Finance, Mengubah Paradigma Serakah Menjadi Hijau
Sustainable Finance. Foto: www.ojk.go.id
Ekonomi, sosial, dan lingkungan sejatinya adalah tiga bidang yang berbeda, karena memiliki karakteristik masing-masing. Berbeda tetapi bukan mustahil disatukan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah membuktikan bahwa ketiga bidang tersebut tadi dapat disatukan dalam satu konsep yang diberi nama “Sustainable Finance” atau Keuangan Berkelanjutan.
 
Sebagaimana dikutip dari laman resmi OJK, www.ojk.go.id, Sustainable Finance merupakan dukungan menyeluruh dari industri jasa keuangan untuk pertumbuhan yang dihasilkan dari keselarasan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
 
Kurang lebih setahun silam, tepatnya 5 Desember 2014, Roadmap Sustainable Finance (Roadmap) diluncurkan oleh OJK berkolaborasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup. Dalam acara peluncuran, Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad mengatakan Roadmap berisi paparan rencana kerja program keuangan berkelanjutan untuk industri jasa keuangan di bawah pengawasan OJK.

Menurut Muliaman, Roadmap akan menjadi acuan bagi OJK dan pelaku industri jasa keuangan serta pihak lain yang memiliki kepentingan dalam mendukung pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan pemerintah. Di dalam Roadmap telah dicanangkan sejumlah langkah-langkah strategis.
 
Salah satu langkah itu adalah mengadakan payung hukum untuk kebijakan keuangan berkelanjutan dan panduan pengawasan implementasi keuangan berkelanjutan. Selain itu, akan dibuat kebijakan yang mendorong lembaga jasa keuangan untuk menyalurkan pembiayaan ramah lingkungan.

"Contohnya, peningkatan porsi pembiayaan ramah lingkungan dengan insentif izin penurunan porsi pembiayaan produktif," kata Muliaman.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya berharap penyaluran pembiayaan yang ramah lingkungan sebagaimana dicanangkan dalam Roadmap, tak hanya dilakukan oleh perbankan saja, tetapi juga industri keuangan non bank hingga pasar modal yang berada di bawah pengawasan OJK.
 
Peluncuran Roadmap ini merupakan kelanjutan dari kerja sama program bertajuk “Green Banking”yang pernah terjalin antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Bank Indonesia pada tahun 2010. Seiring dengan lahirnya OJK, program Green Banking pun dilimpahkan oleh BI, dan konsepnya diperluas tidak hanya untuk perbankan, tetapi lembaga jasa keuangan.
 
Misi utama Sustainable Finance seperti halnya Green Banking ketika pertama kali dicetuskan adalah mengubah paradigma dalam pembangunan nasional dari Greedy Economy (Ekonomi Serakah) menjadi Green Economy (Ekonomi Hijau).
 
Greedy Economy merupakan istilah dimana fokus ekonomi hanya terbatas pada pertumbuhan ekonomi yang dinilai melalui pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP), melakukan eksploitasi kekayaan alam, dan aktivitas ekonomi yang bertumpu pada hutang. Sedangkan Green Economy merupakan perubahan pandang terhadap pembangunan ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan 3P yakni people (sosial), profit (ekonomi), dan planet (lingkungan).
 
Analogi sederhananya, Greedy Economy itu ibarat tubuh manusia yang terus mengonsumsi makanan tanpa memandang gizi dan kesehatan sehingga tubuh menjadi gemuk atau bahkan obesitas dan rentan penyakit. Sementara, Green Economy itu ibarat tubuh yang selektif memilih makanan atau minuman yang akan dikonsumsi dengan mempertimbangkan gizi dan kesehatan sehingga tubuh berkembang, tetapi tetap sehat.
 
Dalam Kata Pengantar buku “Energi Bersih: Pedoman untuk Lembaga Jasa Keuangan”, Muliaman menyebutkan beberapa negara maju yang terlebih dulu telah menerapkan konsep Sustainable Finance. Cina, misalnya, pada tahun 2011 telah menginvestasikan AS$45,5 milyar untuk energi rendah karbon. Negeri Tirai Bambu itu berhasil memenuhi pangsa 20,2% sebagai pemasok energi rendah karbon dari negara-negara G-20.
 
Lalu, India mengenakan tarif pajak 15% atas penggunaan/konsumsi energi terbarukan. Besaran tarif pajak itu 50% lebih rendah jika dibandingkan dengan penggunaan energi konvensional seperti minyak bumi, gas bumi, dan batu bara. Pada tahun 2011, sektor energi rendah karbon India tercatat menunjukkan pertumbuhan tercepat kedua di antara negara-negara G-20.
 
Tidak mau kalah dengan sesama anggota G-20 seperti Cina dan India, Indonesia juga menegaskan komitmennya dalam mendukung terwujudnya Sustainable Development yang salah satu agendanya adalah menurunkan emisi karbon. Hal mana dibuktikan dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Gerakan Rumah Kaca (RAN GRK).
 
Bahkan, empat tahun sebelum RAN GRK, Indonesia telah mengadopsi Global Reporting Initiative (GRI) yang merupakan pedoman dalam menyusun laporan berkelanjutan untuk mendorong setiap perusahaan mengkomunikasi secara transparan dan akuntabel kepada pemangku kepentingan atas kinerja ekonomi, lingkungan, dan sosial. Adopsi GRI itu termaktub dalam Pasal 66 ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
 
Selain UU Perseroan Terbatas, melalui Pasal 68 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, peran swasta dalam mengelola risiko lingkungan hidup dan sosial juga lebih dipertegas.
 
“Upaya untuk mengembangkan keuangan berkelanjutan, khususnya untuk energi bersih dan energi terbarukan akan terus dilakukan seiring dengan tantangan Indonesia untuk mencapai target penurunan emisi karbon,” papar Muliaman dalam Kata Pengantar.  
 
Roadmap menjabarkan tiga rencana kerja strategis Sustainable Finance yakni peningkatan supply pendanaan ramah lingkungan hidup; peningkatan demand(permintaan) bagi produk keuangan ramah lingkungan hidup; dan peningkatan pengawasan dan koordinasi implementasi keuangan berkelanjutan.
 
Untuk melaksanakan tiga rencana kerja strategis tersebut, Roadmap membagi dua tahapan. Pertama, Jangka Menengah (2015-2019) yakni penguatan keuangan berkelanjutan yang difokuskan pada kerangka dasar pengaturan dan sistem pelaporan, peningkatan pemahaman, pengetahuan serta kompetensi SDM pelaku industri jasa keuangan, pemberian insentif serta koordinasi dengan instansi terkait.
 
Kedua, Jangka Panjang (2020-2024) yakni kegiatan yang difokuskan pada integrasi manajemen risiko, tata kelola perusahaan, penilaian tingkat kesehatan bank dan pembangunan sistem informasi terpadu keuangan berkelanjutan.
 
Merujuk pada rincian jangka menengah di atas adalah penekanan tentang perlunya kerangka dasar pengaturan Sustainable Finance. Lebih spesifik Tabel Rencana Kerja Keuangan Berkelanjutan dalam Roadmap menyebutkan perlunya aturan yang menjadi payung kebijakan Sustainable Finance.
 
Bicara aturan payung tentunya merujuk pada peraturan perundang-undangan level undang-undang. Dalam Roadmap, beberapa kali memang disebutkan undang-undang lingkungan hidup, tetapi tidak spesifik menunjuk pada UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
 
Pertanyaannya, apakah UU Nomor 32 Tahun 2009 dirasa cukup untuk menjadi payung hukum?
 
Sejauh penelusuran hukumonline, tidak ada satupun istilah keuangan berkelanjutan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009. Sebagai fondasi, beleid tersebut hanya menyebut istilah “Pembangunan Berkelanjutan” yang didefinisikan “upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan”.
 
Meskipun tidak ada penyebutan dan pengaturan khusus tentang Sustainable Finance atau Keuangan Berkelanjutan, UU Nomor 32 Tahun 2009 sepertinya dirasa cukup sebagai payung hukum oleh pemerintah. Hal tersebut terlihat dengan tidak adanya RUU yang secara khusus berkaitan dengan Sustainable Finance dalam daftar 160 RUU Program Legislasi Nasional DPR periode 2015-2019.
 
Makanya, Roadmap hanya mencanangkan pembentukan peraturan pada level pemerintah sebagai pelaksanaan undang-undang lingkungan hidup, asumsinya adalah UU Nomor 32 Tahun 2009. Ini menjadi bagian dari rencana kerja forum koordinasi keuangan berkelanjutan yang diantaranya terdiri dari beberapa kementerian seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Bappenas, dan Kementerian Pekerjaan Umum; serta Bursa Efek Indonesia; dan lembaga penegak hukum.
 
Secara praktis, penyusunan peraturan di level pemerintah memang relatif lebih mudah ketimbang penyusunan undang-undang yang melibatkan proses politik. Lagipula, merujuk pada performa legislasi DPR belakangan ini yang nihil hasil, maka membentuk peraturan level pemerintah tentunya menjadi pilihan yang lebih realistis.
 
Namun begitu, dukungan DPR sebagai lembaga representasi seluruh rakyat Indonesia tetap dibutuhkan agar Roadmap Sustainable Finance dapat terwujud sesuai rencana dan harapan. Pada akhirnya, yang patut diingat dan dijaga adalah tujuan hakiki dari Sustainable Finance yakni keseimbangan 3P: profit, people, dan planet.

-----------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber (CP) : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56533b0576d41/isustainable-finance-i--mengubah-paradigma-serakah-menjadi-hijau (Senin, 23 November 2015)

Senin, 28 September 2015

Puncak Bogor, Area Bebas Nilai dan Aturan.


"Hari ini padi, besok-besok beton" (Photo ; embun01)


          Perubahan peruntukan lahan terus berlangsung tanpa kendali pembatasan dan pengaturan secara terencana, masih sebatas aturan di lembar-lembar di kertas.

Lahan pertanian telah berubah karena dirubah secara sepihak menjadi area pemukiman dan aktivitas ekonomi, sehingga lahan pertanian makin berkurang dan cenderung hilang karena habis digunakan. Tentu sangat berpengaruh terhadap kapasitas produksi pertanian dan laju perubahan kondisi lahan yang mengakibatkan perubahan lingkungan, sehingga berdampak buruk pada keselamatan lingkungan.


Hulu Sungai Ciliwung (Photo ; embun01)

Area Puncak, Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor, telah lama menjadi wilayah pendirian bangunan-bangunan sebagai vila peristirahatan, rekreasi dan aktifitas lainnya. Berakibat lahan pertanian terus berkurang, lahan perkebunan teh makin menyempit. Sungai Ciliwung yang berhulu di sini, tidak lagi stabil debit airnya dan makin tidak sehat oleh sampah serta saluran pembuangan air kotor yang bermuara ke badan sungai Ciliwung. Di hulu saja sudah sedemikian adanya, apalagi yang di hilir  melewati wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok dan bermuara di kota Jakarta, hingga ke laut - pantai utara pulau Jawa.


Sampah anak sungai Ciliwung di samping pasar kota Cisarua (Photo ; embun01)


Debit air kotor dan beracun serta utamanya sampah, meningkat tidak terkira. Berdampak kepada kehidupan biota dan plasma nutfah air sungai Ciliwung sudah tidak lagi  berlangsung secara sehat dan normal. Selain airnya yang sudah lama tidak layak konsumsi, masih bisa hanya untuk mencuci yang bukan makanan ataupun pakaian.

Wilayah Puncak, sudah seperti area bebas nilai dan aturan. Siapa kuat - punya uang, semaunya melahap abis lahan-lahan kosong dan menyempitkan ruang pemukiman warga asli setempat. Bebas membangun, menanam tanaman bertulang beton dan menanam dan memproduksi media gas rumah kaca oleh  bangunan-bangunan luas dan mewah, hanya sebagai tempat bersantai diakhir minggu atau saat waktu libur. Lahan terbuka  tertutup aspal, keramik dan lantai beton, menghilangkan penyerapan dan fungsi penahan air hujan yang turun. Pada akhirnya, selalu menimbulkan banjir, yang juga menggerus permukaan tanah dan membawa sampah menuju badan sungai Ciliwung. 



Sawah yang tersisa, Lewimalang Cisarua Puncak Bogor (Photo ; embun01)


Pemerintah hanya pajangan "kembang plastik" yang selalu hadir tetapi tidak menyebarkan harum bunganya, tetapi selalu kelihatan dengan cara publisitas, seakan telah berbuat segalanya. Pengawasan dan tindakan "berarti" terhadap pelanggaran perubahan dan penggunaan lahan hanya akan terdengar saat telah terjadi bencana banjir dan longsor di wilayah ini, selebihnya "tau sama tau" maka diam adalah solusi.



Ditulis oleh ;

M. Thaha Pattiiha

Rabu, 23 September 2015

10 CARA IKUT MENYELAMATKAN BUMI

Usaha partisipasi oleh siapapun dan dimanapun dapat dilakukan untuk ikut serta menjadi penyelamat lingkungan bumi. Tersedia cara dan ruang untuk setidaknya mengurangi sumbangan negatif kita terhadap bahaya pemanasan global yang sedang dihadapi dalam kelangsungan kehidupan lingkungan bumi, oleh adanya peningkatan produksi 
gas rumah kaca (GRK).

Tersedia 10 cara yang bisa anda lakukan untuk membantu menyelamatkan bumi, sebagaimana disuarakan dalam Situs Petisi : //www.thepetitionsite.com

10 Cara dimaksud adalah sebagai berikut ;

1.    Berhenti Makan Daging Sapi.

Daging sapi adalah energy sangat tidak efisien dan proteinnya merusak lingkungan. Jagung sebagai makanan untuk penggemukan sapi, adalah penyebab polusi oleh adanya penggunaan pupuk nitrogen dan penggunaan air yang sangat besar untuk pertumbuhannya, bahan bakar yang digunakan mesin pertanian untuk pengolahan tanah, panen dan transportasi ; limpasan pupuk, dan emisi metana, berkontribusi terhadap pemanasan global dan dampak negatif lainnya (misalnya penyuntikan antibiotik kepada ternak). Anda bisa menghindarinya dengan memakan daging sapi dari peternakan lokal yang menggunakan rumput alami.

2.    Berusaha Mengurangi Pemborosan Energi.

Kendaraan bermotor alat transportasi anda adalah penyumbang utama emisi karbon dioksida terhadap perubahan iklim. Penggunaan BBM – bensin dll, telah mendorong laju produksi minyak yang merusak lingkungan, seperti misalnya pengeboron minyak lepas pantai yang merusakan lautan.
Gunakan cara yang ramah dan bersahabat terhadap lingkungan, dengan misalnya penggunaan kendaraan bersama, berbagi tempat duduk pada kendaraan anda dengan orang lain, berjalan kaki, menggunakan sepeda, atau menggunaan kendaraan transportasi umum (Bis atau kereta api). Kendaraan pribadi atau usaha, harus selalu diperhatikan buangan emisinya. Setidaknya dapat menghemat pemgeluaran uang dan ikut mengurangi kontribusi anda terhadap pemanasan global.

3.    Lakukanlah Penghematan Energi Rumah.

      Terdapat 40% dari total energi digunakan untuk alat pemanas, pendingin dan pencahayaan, menyumbang 40% Gas Rumah Kaca(GRK) yang menyebabkan pemanasan global. Ruangan yang terisolasi dengan baik, memperbaiki kerusakan atau retakan, dan menginstal lebih efisien system pemanas maupun pendingin, mengurangi pemakaian pemanas dan pendingin, anda akan menghemat penggunaan energi listrik dan tentu menghemat biaya. Gunakan kipas angin pada udara panas dan/atau sweater pada udara dingin. Gunakan lampu CFL atau LED untuk pencahayaan, matikan komputer dan perangkat elektronik lainnya bila tidak digunakan.

4.  Konsumsi Pangan Lokal  dan Organik.

Minimalkan “jejak Lingkungan” makanan – penggunaan energi dan sumber daya untuk pertumbuhan  dan transportasinya. Makanan konvensional diproduksi menggunakan pupuk buatan (pupuk kimia) dan pestisida,  penyumbang polusi bagi lingkungan. Rata-rata perjalanan angkutan makanan kita lebih dari 2.000 mil, dimana proses pemindahan makanan tersebut telah meningkatkan “jejak karbon” sebagai penyumbang emisi GRK. Makanan organik tumbuh jauh lebih mudah pada lingkungan, tanpa pupuk buatan dan pestisida. Makanan lokal dan organik dapat ditelusur jejaknya karena lebih mudah, dekat, dan tentu sehat dan segar serta mendukung petani lokal. Mengkosumsi makanan lokal dan organik adalah pilihan cerdas. 

5.   Kurangi Pembelian Barang.

Belilah apa yang benar-benar anda butuhkan, beli jenis barang dengan kualitas tahan lama. Orang Amerika hanya 4% dari populasi - penduduk, dunia, akan tetapi menggunakan sekitar 20% dari energy global dan sumber daya – tingkat konsumsi yang tidak berkelanjutan. Semua barang manufaktur dibeli (elektronik cangggih, pakaian, mainan) pembuatannya semua menggunakan energi, air, minyak, dan sumber daya mineral, semua itu ikut berkontribusi terhadap polusi di China, Indonesia atau di mana pun barang-barang itu dibuat. Berhematlah, pikirkan semua uang anda (dan polusi).
6.  Gunakan Produk Daur Ulang.

Daur ulang semua bahan dari kertas, logam, kaca, dan plastic, sebagai langkah yang baik, tetapi tentu harus melalui cara yang mudah dan daur ulang yang ekonomis (dan lebih luas), membuat permintaan untuk produk daur ulang dengan membeli dari pengguna kertas. Kita bisa menggunakan kertas printer dan fotokopi dsur ulang, kertas toilet dan handuk kertas – sekarang mulai tersedia secara luas. Cari dan gunakan produk yang terbuat dari plastik daur ulang(seperti penutup dinding pagar rumah, dll) dan logam. Mintalah pemilik took untuk menyediakan produk daur ulang. 

7.  Gunakan atau Beli Energi Hijau

Sebagian listrik kita saat ini berasal dari pembakaran minyak bumi dan batu bara (perusak lingkungan pertambangan, dan sumber terbesar dari gas karbon dioksida - penyumbang GRK, dan merkuri) atau tenaga nuklir (penghasil limbah radioaktif yang membuat bingung bagaimana mengelolanya). Gunakan sumber energy terbarukan ( angin, matahari/surya, gelombang laut, tenaga air skala kecil) karena menghasilkan listrik tanpa emisi gas rumah kaca (GRK). Pilih(bila telah tersedia energy terbarukan) untuk membeli 50% atau 100% sumber listrik terbarukan. Sebagaimana di Amerika Serikat oleh National Grid tersedia melalui program “listrik hijau”. Listrik dari dari energi terbarukan atau “energi hijau” masih sedikit mahal, tapi mendukung energi terbarukan dan mengurangi polusi. 

8.  Mendukung Konservasi

Hutan bumi, ekosistem dan habitat satwa liar, makin berkurang, menghilang, dan berada pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Kehancurannya makin memperparah perubahan iklim dan mengakibatkan hilangnya keaneka ragaman hayati. Di masing-masing negara, terus saja terjadi peningkatan pengalihan lahan pertanian dan hutan, menjadi pemukiman, area industri dan pusat kegiatan ekonomi lainnya – terutama jaringal mall. Dukung penyelamatan dan pelestarian alam yang tersisa baik secara perorangan atau komunitas di tempat masing-masing atau bergabung dan berkontribusi melalui lembaga nir laba – non profit, lembaga swadaya masyarakat ( LSM/NGO) seperti ; World Wildlife Fund, Greenpeace, Komunitas Embun, Komunitas Hijau, Greenbelt, Mass. Audubon, Wildlife Federation Nasional, Nature Conservancy, Wahana Lingkungan Hidup, atau organisasi konservasi lain. 

9.  Tempatkan Uang Anda Dimana Mulut Anda Bicara.

Bahwa kita memiliki pilihan untuk berkontribusi terhadap masalah, berupa solusi dengan bagaimana membeli atau menginvestasikan uang kita. Berhenti membeli produk dari perusahaan dengan catatan buruk terhadap lingkungan. Berinvestasi pada perusahaan yang memiliki kualitas “hijau” yang tinggi dan reksa dana, bukan di perusahaan minyak, batubara, perusahaan yang selamanya bergantung kepada kekuatan pengguna bahan bakar fosil untuk kegiatan ekonominya dan mengabaikan energi berkelanjutan.

 10. Mempraktekan Politik Hijau

Manfaatkan suara anda, memperhitungkan suara anda dan kontribusi suara anda untuk perlindungan lingkungan, bukan kepada penentang perlindungan lingkungan. Dukung calon dan/atau partai politik yang memiliki rekam jejak yang baik dan berkomitmen terhadap perlindungan lingkungan. Calon dapat berjuang memperkuat  penerapan peraturan dan hukum perlindungan lingkungan dan berkontribusi menyuarakan serta membela kepentingan kesatuan suara para pegiat lingkungan. Calon dapat melobi untuk membawa keluar dari cengkraman penggunaan bahan bakar fosil dalam pembangunan energi nasional dan berbagai kebijakan terhadap perlindungan lingkungan.

GoGreen (Photo NASA/Design #embun)

Collectively, we can make a real difference ! 

Alih bahasa dan edit ; M. Thaha Pattiiha – Direktur Eksekutif Komunitas Embun

Sumber                       ; //www.thepetitionsite.com/takeaction/302/536/766/

Kamis, 27 Agustus 2015

Investigasi bagaimana APRIL/RGE Group menghancurkan hutan Kalimantan. Video dokumentasi dari tim investigasi lapangan kami, yang menyaksikan langsung bagaimana APRIL/RGE Group menghancurkan Hutan Hujan Tropis di Kalimantan kita yang berharga dan penuh dengan keanekaragaman hayati di dalamnya. Hutan adalah rumah bagi satwa langka dan terancam punah. Bantu kami terus mengungkap kejahatan dan menyelamatkan lingkungan Indonesia.


Investigasi bagaimana APRIL/RGE Group menghancurkan hutan Kalimantan
Video dokumentasi dari tim investigasi lapangan kami yang menyaksikan langsung bagaimana APRIL/RGE Group menghancurkan Hutan Hujan Tropis di Kalimantan kita yang berharga dan penuh dengan keanekaragaman hayati di dalamnya. Hutan adalah rumah bagi satwa langka dan terancam punah. Bantu kami terus mengungkap kejahatan dan menyelamatkan lingkungan Indonesia.
Posted by Greenpeace Indonesia on 26 Februari 2015

Sabtu, 22 Agustus 2015

Pembangunan Berkelanjutan sebagai Konsep Dasar Perlindungan Lingkungan dan Ekosistem

          
          Lingkungan Hidup merupakan alam di dalamnya terdapat ekosistem kehidupan, sebagai tempat kita tinggal, hidup dan melangsungkan aktifitas penghidupan atau segala sesuatu yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup segenap makhluk hidup di bumi.

Alam lingkungan yang dimaksud adalah bumi tempat kita berada, baik tanah yang kita pijak, udara yang kita hirup, tumbuh-tumbuhan, hutan, hewan, air serta segenap alam kehidupan atau segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung.

Lingkungan Hidup, dinyatakan  sebagai kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan  makhluk  hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Pengertian Lingkungan dapat dibedakan menjadi ;

1.    Lingkungan Biotik (Hayati) ;
-  Lingkungan makhluk hidup maupun tumbuh-tumbuhan yang hidup

2.    Lingkungan Abiotik (Fisik) ;
-  Lingkungan yang terdiri dari benda-benda mati, seperti batu, meja, kursi dan lain-lain.

3.  Lingkungan Sosial  Budaya ;
- Lingkungan manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan dan keyakinan dalam 
        membentuk kepribadian, perilaku dan cara pergaulan atau budaya sebagai makhluk sosial.

Faktor manusia sebagai  penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan hidup, sebagai akibat dari pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan di luar batas dan pemanfaatan tidak sesuai peruntukannya. 

Bentuk kerusakan lingkungan hidup karena faktor manusia, baik langsung atau tidak langsung antara lain : terjadinya  pencemaran (pencemaran udara, air, tanah dan suara) sebagai dampak adanya kawasan industri.  Terjadinya banjir dan tanah longsor sebagai dampak pengrusakan hutan, buruknya drainase atau sistem pembuangan air dan kesalahan dalam menjaga daerah aliran sungai.

Terjadilah efek berantai kerusakan yang menjalar dan meluas ke sungai, danau, hutan dataran rendah, pantai, pesisir dan laut. Pencemaran air dan udara di kota-kota besar dan wilayah padat penduduk juga telah berada pada ambang yang tidak hanya membahayakan kesehatan penduduk tetapi juga telah mengancam kemampuan pulih dan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya hayati.

Berbagai faktor yang menjadi penyebab terjadinya hal tersebut, dari faktor demografis, etika, sosial, ekonomi, budaya, hingga faktor institusi dan politik. Sudah semestinya ada kesadaran mengelola sumber daya hayati untuk kepentingan ekonomi dengan meminimalkan produktivitas karbon atau low carbon economy.

Permasalahan lingkungan yang paling akrab dengan kehidupan sehari-hari ditemui dan dihadapi bersama di sekitar kita adalah sampah. Sampah bukan lagi isu sederhana atau cerita khayal, apalagi dianggap hanya masalah biasa. 
Tentu saja sudah ada aksi dan terdapat berbagai cara yang ditempuh untuk menanggulangi permasalahan sampah, akan tetapi dari waktu ke waktu sampah masih terus bertambah dan membahayakan keselamatan lingkungan. 
Sampah di daerah perkotaan adalah yang sangat cepat kapasitas produksi dan timbulnya, seiring cepatnya pertambahan jumlah penduduk serta adanya pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan.

Hal ini dihadapkan dengan masalah yang menjadi tantangan yaitu masyarakat, dunia usaha dan juga pemerintah yang relatif masih rendah tingkat kesadaran dan pengetahuannya dalam mengelola sampah. Permasalahan tempat pengolahan atau pembuangan sampah yang selain terbatas juga menimbulkan kerawanan sosial serta berdampak terhadap nilai dan fungsi lingkungan hidup. Pendekatan pengelolaan yang cenderung masih mengedepankan end of pipe ( kumpul - angkut - buang )

Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan dan tanggung jawab setiap insan manusia di bumi. Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sekecil apa pun usaha yang dilakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni bagi kehidupan sekarang dan generasi anak cucu kita  kelak di masa depan.

Keberlanjutan alam lingkungan bumi bukan tidak mungkin tidak bisa diselamatkan, caranya adalah dengan menerapkan pembangunan berwawasan lingkungan, yaitu pembangunan yang menyeimbangkan kebutuhan hari ini dan masa depan dalam porsi rasional, sehingga  menghindari bahaya kerusakan dan bencana bagi alam dan isinya oleh ketidak-seimbangan pembangunan.

Pembangunan berwawasan lingkungan sangat bergantung pada  meningkatnya kualitas pengetahuan manusia tentang pentingnya penyelamatan lingkungan, dan harus dikampanyekan secara bertahap dan terus-menerus, agar semua orang benar-benar menyadari akan pentingnya membangun dengan memerhatikan faktor lingkungan.

Pada KTT Bumi di Rio de Jeniro tahun 1992, segenap penghuni bumi sepakat menerapkan  Konsep Pembangunan Berkelanjutan yang mengandung  2 (dua) gagasan, yaitu :
Ø Gagasan Kebutuhan, khususnya kebutuhan pokok manusia untuk menopang hidup, dan 
Ø Gagasan Keterbatasan, yaitu keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi           kebutuhan, baik masa sekarang maupun masa yang akan datang.

Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia yang berdiri pada tahun 1990-an dengan  Agenda 21 tentang Pembangunan Berkelanjutan. Dimaksudkan sebagai kemampuan untuk berbuat banyak hal dalam melestarikan lingkungan, termasuk membentuk Badan Pengendalian Lingkungan sebagai  cara yang dianggap mampu untuk berbuat banyak dalam melestarikan lingkungan. Termasuk membentuk Badan Pengendalian Lingkungan yang bertujuan menanggulangi kasus pencemaran, mengawasi bahan berbahaya dan beracun serta melakukan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), akan tetapi masih terjadi kelemahan dan keterbatasan dalam implementasinya. 
Kelemahan tersebut oleh Pemerintah Indonesia diatasi dengan menyajikan program Kajian Lingkungan Hidup Strategic (KLHS) atau Strategic Environmental Assessment (SEA) dan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH), yang sekaligus merupakan instrument  lebih efektif guna mendorong pembangunan berkelanjutan.   

Berbagai regulasi berupa Konvensi, Undang-Undang dan Peraturan turunannya, sebagai kebijakan dalam pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan, tentunya harus berpacu dengan kecepatan kerusakan dan pencemaran lingkungan.  
                                                      
Faktor sangat penting adalah konsep dan implementasinya sejalan dan terintegrasi karena umumnya masih bersifat kausalitas lintas wilayah dan antar sektor.

Lingkungan Hidup serta ekosistem di dalamnya, sangat dibutuhkan oleh umat manusia sebagai penghuni bumi, dibutuhkan kerja keras semua orang secara bersama dalam menyelamatkan  sumber-sumber daya dan kerja sama untuk memulihkan kerusakan akibat ulah, kesalahan dan keteledoran sistem tata kelola dengan cara pelestarian untuk :

1. Pelestarian Tanah dan Air ; yaitu mencegah dan menghindari dampak hilangnya kesuburan tanah dan air tanah,  mencegah penyebab tanah longsor, banjir, erosi dan abrasi, penggunaan tanah yang tidak sesuai peruntukannya, mencegah penggunaan bahan anorganik dan pembuangan bahan kimia berbahaya yang merusak tanah dan air.

2.  Pelestarian udara, untuk menjaga kesegaran udara lingkungan agar tetap bersih, segar, dan sehat, menjaga agar udara tetap bersih dan sehat, mengupayakan pengurangan emisi atau pembuangan gas sisa  pembakaran, produksi gas rumah kaca, pembakaran hutan, maupun pembakaran mesin.  Mengurangi, bahkan menghindari pemakaian gas kimia yang dapat merusak lapisan ozon di atmosfer yang juga menyebabkan pemanasan global (global warming) dan berdampak kepada terjadinya perubahan cuaca (climate change).

3.  Pelestarian hutan dan pohon, sebagai penyedia bahan pangan maupun bahan produksi, penghasil oksigen(O2), penyaring dan penyerap karbon dioksida (CO2), penahan lapisan tanah, penyimpan cadangan air,  dan habitat hewan/satwa / fauna serta flora.

4.  Pelestarian laut dan pantai, seperti halnya hutan, laut adalah  sumber daya alam potensial. Kerusakan biota laut, hewan laut dan abrasi pantai disebabkan oleh pengambilan pasir pantai, karang di laut yang adalah  habitat ikan dan tanaman laut, pengrusakan hutan bakau, pemakaian bahan peledak dan bahan kimia lainnya, pemakaian pukat harimau (trawl) dalam mencari ikan, pembuangan sampah dan limbah beracun, perburuan mamalia laut, merupakan kegiatan-kegiatan manusia yang mengancam  kelestarian laut dan  pantai.

5. Pelestarian flora dan fauna, karena kehidupan di bumi merupakan sistem  saling ketergantungan  antara  manusia,  hewan, tumbuhan  dan alam  sekitarnya (Ekosistem). Maka bila terputus atau hilangnya   salah   satu   mata   rantai dari sistem tersebut, maka akan mengakibatkan gangguan dalam keseimbangan lingkaran kehidupan. Kelestarian flora dan fauna mutlak dilakukan demi kelangsungan hidup manusia dan lingkungannya.

Pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development)adalah proses pembangunan  yang pada 

prinsipnya  "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi 
masa depan" (Brundtland Report oleh PBB, 1987. Wikipedia).

   Terdapat 3(tiga) unsur dalam konsep Pembangunan berkelanjutan yang saling terkait erat, yaitu antara pelestarian atau penyelamatan lingkungan, pembangunan ekosomi serta faktor keadilan sosial. Ketiga hal dimaksud saling terkait dan saling mendukung tanpa mengorbankan satu dari yang lain. Pembangunan ekonomi dibutuhkan untuk kepentingan sosial, akan tetapi faktor penyelamatan lingkungan jangan sampai diabaikan atau apalagi dikorbankan. Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005, menyebut ketiga hal dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan.

 Partisipasi oleh adanya kesadaran semua kalangan sosial dalam usaha-usaha penyelamatan lingkungan di tengah pesatnya pembangunan ekonomi masyarakat dunia, saat ini benar-benar sangat dibutuhkan guna kesinambungan ketersediaan sumber daya alam dan keselamatan kehidupan di muka bumi.

Menyadari pentingnya permasalahan sebagaimana dikemukakan di atas, maka adanya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komunitas Embun, sebagai bagian dari partisipasi masyarakat yang secara swadaya  dibentuk dengan Maksud ; Sebagai wadah pembinaan dan pengembangan partisipasi dalam pembangunan Lingkungan Hidup melalui usaha-usaha yang terencana dan berkesinambunganDalam rangka pencapaian Tujuan, yaitu Tercapai kualitas tata-kelola Perlindungan Lingkungan dan Ekosistem guna keseimbangan kehidupan  yang serasi, selaras, lestari dan indah oleh Manusia dengan Alam dalam tanggung jawabannya kepada Tuhan Sang Pencipta.

Menjaga dan melestarikan Lingkungan Hidup adalah tanggung jawab bersama, siapapun, dimanapun, kapanpun, kita manusia penghuni bumi yang berakal.

Lindungi dan selamatkan bumi kita, sekarang !






Kamis, 19 Februari 2015

BANJIR JAKARTA ; Bukan Ulah Kambing Hitam


          
          Jakarta dalam sejarahnya, sudah sejak jaman penjajahan Belanda diceritakan sudah pernah ada bencana banjir. Sejak itu hingga di jaman Indonersia merdeka dan Jakarta makin menjadi kota modern, tetapi masih saja diserbu bencana banjir, dengan ko9ndisi yang makin parah dan rumit.

Mau dibilang bahwa untuk mengatasinya adalah masalah yang gampang, itu bila kita merujuk pada materi kampanye para calon Gubernur (Daerah Khusus Ibukota/DKI) Jakarta. Tidak ditemukan alasan riil dan rasional dalam materi kampanye tersebut sabagai ukuran kebenaran visi-misinya.  Bila dikatakan sulit, tetapi telah banyak telaah – penelitian, kajian dan usulan oleh para ahli tentang cara mengatasai banjir Jakarta, yang setiap waktu mengunjungi Jakarta.
Banjir disebabkan oleh tingkat curah hujan yang intensitasnya sangat tinggi atau deras dan berdurasi waktu lama yang dihitung dengan ukuran millimeter per detik. Air hujan yang jatuh ke bumi dan menempati permukaan tanah dan memenuhi ruang. Ketika air hujan tidak menemukan alur untuk mengalir ke mana-mana, maka akan tertampung dan menutupi apapun seluas besarnya debit air.

Sungai, kali. saluran, danau atau situ, bendungan, kolam, tanah. hutan dan pepohonan maupun laut, adalah wadah alami sebagai tempat yang seharusnya berfungsi untuk menampung hujan yang turun dan kemana harus mengalir untuk mengakhiri aktifitas airnya.   Untuk kemudian kembali menguap ke udara atau sebagaian berakhir di tubuh makhluk hidup dan tumbuh-tumbuhan karena dibutuhkan guna proses pertumbuhan. 

Bilamana wadah yang dimaksud tidak lagi tersedia, maka air dari hujan tang turun akan merambah apapun yang bukan peruntukannya. Dikenal dengan banjir, karena mengairi pemukiman manusia dan juga area terbuka yang tersedia. Hal yang kemudian dari waktu ke waktu hingga saat ini menimbulkan masalah. Karena air yang semestinya bagian dari kebutuhan hidup, telah berubah menjadi musuh yang mengancaman secara serius bagi keselamatan, kenyamanan dan keamanan hidup penduduk dan lingkungan sekitarnya.

Kota Jakarta dan sekitarnya, telah lama menjadi bulan-bulanan bencana banjir. Ada yang mengatakan itu musibah – sesuatu keadaan yang terjadi diluar kemampuan manusia, padahal nyata adalah bencana oleh adanya unsur kesengajaan dan yang disadari benar terjadi oleh akibat ulah perbuatan manusia sendiri.

Menyalahkan betapa makin lebat daya curah hujan – dalam hitungan millimeter per detik, adalah akibat besarnya penguapan air laut maupun air tanah yang berkenaan dengan perubahan cuaca sebagai dampak pemanasan global, merupakan hasil negative aktifitas manusia dalam ukuran seanteru muka bumi. Tentu lain lagi dalam menghitung, mencari dan menemukan cara mengatasainya. Jakarta dan sekitarnya bukan bab itu yang harus diurus dan diselesaikan, sebab yang demikian adalah masalah global, namun tetap bagian dari pemahaman secara luas akan dampak yang dialami bagi Jakarta.

Jakarta sebagai ibukota pemerintahan Negara Indonesia, telah jauh berubah seiring waktu karena perkembangan kebutuhannya. Hutan pepohonan berubah menjadi hutan beton. Area terbuka dan tanah tak berpenghuni tertutup bangunan, jalan dan permukaan seb agai area resapan sengaja ditutup. Sungai, kali, selokan, saluran, danau dan kolam air terbuka, berubah makin sempit dan cenderung dilenyapkan secara sadar. Bila hujan tiba, air tidak lagi menemukan alur untuk mengalir, tersendat daya serap permukaan tanah dan akar pepohonan. Sempitnya ruang dan hambatan aliran air oleh ketersediaan alur dan tumpukan atau timbulan maupun sebaran sampah, menghadirkannya tetap berada dipermukaan tanah dan memenuhi serta menempati segala ruang, merendam apapun adanya.

Banjir tidak berarti tidak bisa diatasi. Akan tetapi pola penanganan yang mesti dibuat secara masal terkait tetapi tidak bersifat parsial dan tidak harus menunggu dulu datangnya musim penghujan.

                              

Banjir Kanal Timur,  Jakarta


DKI Jakarta memiliki Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur, selain sungai – sekarang kali karena telah dipersempit Daerah Aliran Sungai(DAS)-nya, Ciliwung dan kali-kali lainnya, bukan semata hanya itu yang menjadi wadah penampung aliran air hujan sebelum mengalir menuju laut, akan tetapi menjadi andalan fasilitas banjir paling utama dan masih bisa mampu menampung sisa aliran air hujan yang tidak terserap permukaan tanah wilayah Jakarta. Sebagaimana banjir besar yang menenggelamkan sebagian besar wilayah kota Jakarta awal bulan Febuari atau dua minggu lalu, yang harusnya tidak terjadi.  Apalagi hanya akibat hujan yang secara lokal Jakarta sangat deras dan ternyata tanpa kontribusi kiriman air dari wilayah puncak Bogor dan diketahui pula ketinggian air DAS Ciliwung normal, kecuali permukaan laut karena bertepatan dengan air laut yang sedang pasang. Bogor baru sekali ini bebas dari tuduhan sebagai penyumbang banjir Jakarta, selamat.

Air hujan tergenang di permukaan tanah karena terhambat ketiadaan area resapan dan sempurna ketika tidak dapat mengalir lancar menuju area penampungan seperti sungai, kali dan banjir kanal serta laut saat air laut surut. Ketidak sempurnaan aliran air dapat ditelusur pada system drainase yang tidak tersedia ataupun sempit dan kenyataan Jakarta tidak memiliki saluran air berupa terowongan raksasa yang tersedia di tengah kota dan pemukiman sebagaimana kota-kota besar lain di negara maju yang berguna untuk mengalirkan air, baik air pembuangan sehari-hari maupun air banjir oleh  hujan.

Mengandalkan fungsi wadah teknis yang tersedia selalu akan ada keterbatasan daya tampungnya, karena maksimal perkiraan kapasitas kian hari kian tidak mampu, disebabkan curah hujan akan makin tinggi dari waktu ke waktu akibat perubahan luarbiasa cuaca bumi, sehingga menjadi tidak berarti untuk membantu mengatasi  apalagi  mengurangi besarnya peningkatan kubikasi air hujan.  

Meluaskan ruang terbuka dan pepohonan sebagai area resapan, tata ulang saluran air, memaksimalkan wadah penampungan dan penyaluran air seperti banjir kanal, sungai, kali dan saluran dengan selalu bebas dari sampah, menghentikaan sedotan air tanah yang telah berjasa menurunkan permukaan tanah Jakarta dari permukaan laut, dan serius menyelesaikan penyebab banjir kiriman dari wilayah terkait DAS yang menuju Jakarta harus terkoordinasi penanganannya secara tulus agar rampung sempurna.

Jakarta membutuhkan kesadaran semua pihak untuk sungguh-sungguh menyelesaikan masalah banjir. bukan memproyekkan banjir secara rutin, apalagi musibah yang sering dijadikan tumpangan gelap membantu sambil promosi lebel kepentingan politik dan bisnis.

Banjir selamanya adalah musibah oleh keberadaan aktifitas manusia, jangan pernah disalahkan kepada pihak lain bahwa bencana banjir adalah akibat ulah dan perbuatan sengaja dari sang kambing yang berwarna hitam. Padahal kambing hitam sejatinya lebih enak untuk dibuat sate, dilahap sambil menatap senang air hujan yang lancar mengalir indah menuju tempat semestinya tanpa harus menaruh curiga apalagi kambing hitam yang disalahkan sebagai penyebab banjir Jakarta.


Depok, 19 Februari 2015

Oleh : M. Thaha Pattiiha
Direktur Eksekutif (LSM)Komunitas Embun

Jumat, 16 Januari 2015

FOTOGRAFI, Sebuah Catatan Sederhana

Siapapun juga termasuk saya, pasti menyukai dunia fotografi sebagai media guna menyaksikkan dan menikmati suatu suasana, peristiwa maupun keindahan, untuk apapun, dimanapun, kapanpun, dalam bentuk gambar tidak bergerak pada ruang dan waktu tanpa harus berada di tempat atau situasi tersebut.


Tulisan ini hanya sebuah catatan sederhana tentang pandangan saya terhadap dunia fotografi. Saya tidak untuk membahas tentang ilmu atau tekhnik fotografi, tetapi mencoba mengungkap alam dunia fotografi tentang apa yang dikandung dan dihadirkan oleh sebuah gambar foto, kegunaan dan manfaatnya bagi orang lain, dan serta hebatnya aktifitas para pegiat fotografi dengan kemampuan profesionalnya.

Fotografi adalah profesi paling menantang tetapi adalah suatu aktifitas yang sangat mulia, inilah dunia petualangan penuh imajinasi untuk menangkap dan mengabadikan suatu objek ataupun peristiwa dengan segala liku-liku penuh tantangan.

Mendapatkan sebuah gambar dengan kreteria lengkap sebagai sebuah hasil karya seni dan pengatahuan adalah bukan hal yang mudah dan murah. Membutuhkan kemampuan ilmu dan pengetahuan tekhnik, analisa rasio dan rasa, intuisi, pengorbanan waktu dan biaya, bahkan usia. Maka jadilah sebuah gambar dalam bentuk foto jadi terhadap sesuatu, yang tentu merupakan hasil dari seleksi, dari sekian banyak yang didapat atau ditangkap kamera, lalu dihadirkan untuk kita saksikan.

Nilai dari sebuah foto, hasil kerja seorang “pekerja”fotografi dapat disandingkan dengan karya seorang seniman lukis atau seniman lainnya. Oleh sebab fotografi memiliki tatanan nilai dasar yaitu keindahan, yang hanya bisa ditangkap oleh seorang fotografer yang memiliki kemampuan tekhnik dengan imajinasi  yang tajam serta berjiwa dan berasa sebagaimana seorang seniman. Dengan begitu, akan selalu menghasilkan dan menghadirkan karya-karya foto yang baik, hebat dan indah.

Fotografer adalah bakat, hoby sekaligus profesi dalam arti yang lebih luas. Bukan sekadar pekerja atau tukang foto yang hanya semata mengarahkan lensa dan menjepret suatu objek maupun peristiwa. Setiap karya foto yang hadir di hadapan kita, memungkinkan membawa kita berimajinasi dan merasa dekat bahkan ikut berada bersama objek atau seperti sedang ikut bersama dengan sang fotografer. Objek ataupun peristiwa yang ditangkap lensa kamera foto benar-benar harus berkarakter sebuah momen dan mampu bercerita tentang sesuatu. Dengan demikian sebuah foto, dapat bercerita sendiri.

Para fotografer profesional, dalam setiap karya fotonya membawa kita dalam suatu ruang berpikir yang serba menggambarkan pemikiran dan perasaan multi dimensi sambil  terlibat ikut menghitung dan menyadari seberapa besar kesempatan dan peluang untuk adanya waktu yang tak terhingga untuk mencapai, menanti dan mendapat momentum saat mana kamera siap di”bidik” dan di”klik”. Biaya peralatan, perlengkapan, transportasi dan akomodasi, tidak murah. Memiliki pengetahuan fotografi baik secara otodidak atau melalui jenjang pelatihan atau pendidikan akademis. Intinya melalui suatu proses belajar dan latihan yang melelahkan, penuh pengorbanan dan yang pasti tidak instan. Harus memiliki “nyali” - bahkan semacam nyawa cadangan, yang mampu menantang situasi apapun, bahkan yang dapat mengancam keselamatan nyawa sang fotografer.

Oleh siapapun, apalagi pada saat ini. Dengan adanya kemajuan tekhnologi kamera foto dapat dengan mudah memotret. Apakah menggunakan khusus kamera foto atau peralatan lain yang padanya menempel kamera foto. Akan tetapi bila dinilai dengan kriteria tekhnik dan kesempurnaan hasil foto, tentu sangat berbeda jauh dengan para profesional yang dimaksud. Hasil foto orang biasa-umumnya, dibandingkan dengan hasil foto fotografer profesional sangat berbeda dalam kualitas daya ungkap serta daya tarik pandang dan imajinasi ketika  dilihat dan dinikmati orang lain atau pemirsa.

Dalam situasi tertentu bisa saja berbeda ketika tidak harus mengikuti standar tekhnik baku fotografi yang dipersyaratkan. Bila untuk seperti kejadian luar biasa yang ditemui tanpa sengaja atau terjadi secara tiba-tiba dan langka. Misalnya foto kejadian bencana alam atau suatu peristiwa yang terjadi tanpa sengaja, tidak diperkirakan atau tanpa diinginkan. Hasilnya tentu tidak akan mungkin dipersyaratkan dengan kriteria baku untuk kualitas sebuah karya foto. Sebab foto yang diambil dalam kondisi atau peristiwa demikian tidak akan pernah bisa diulang atau ditemukan kembali. Namun demikian, selalu berkualitas hasil fotonya bila hal itu ditangkap oleh seorang fotografer professional.

Media Tekhnologi informasi saat ini, telah dengan mudah menghadirkan visualisasi setiap karya foto apapun, oleh siapapun, cepat kita dapatkan tanpa batas ruang dan waktu.

Menyadari hal dimaksud, perlu kita hargai dan junjung tinggi secara arif dan bijak terhadap hak kepemilikan sebuah karya foto, apalagi itu karya oleh seorang profesional.

Kita dibebaskan untuk menikmati dan dapat menggunakan hasil foto yang dipublikasikan, tetapi jangan pernah lupa,  bahwa setiap orang dibatasi dan diikat dengan moral dan etika untuk selalu menghargai dan menghormati hak penciptaan dan hak kekayaan intelektual sebuah hasil karya-cipta orang lain sebagai pemilik karya foto dimaksud. Pelajari dan pahami secara baik seperti apa aturan atau konvensi tentang perlindungan terhadap hak cipta dan hak kekayaan intelektual, sehingga kita tidak anggap sebagai “pencuri” hak orang lain.

Fotografi bisa sebagai hoby atau dapat menjadi pekerjaan yang menghasilkan pendapatan secara finansial. Tentu tidak mudah dan murah. Saya pribadi, bukanlah seorang fotografer profesional dikarenahkan keterbatasan, belum mampu memiliki kelengkapan peralatan fotografi bahkan setingkat standar minimal fotografer profesional, tetapi karena mengenal begitu banyak Fotografer Profesional Internasional melalui dunia maya (khususnya di Google+). Saya sangat mengagumi mereka para fotografer profesional, dan dari merekalah saya belajar memahami kehebatan bagaimana sebuah foto dibuat menjadi bernilai luar biasa dan mengagumkan, yang dapat  dipersembahkan menjadi konsumsi publik untuk dinikmati.

Untuk para sahabat Google+, khususnya para Fotografer Profesional, saya berterima kasih karena kehebatan anda-anda, pikiran sederhana ini saya ungkapkan. Oleh karena menurut saya, sebuah karya foto adalah rekaman faktual terhadap Momentum yang bisa menjadi Monumental.



Oleh ; M.Thaha Pattiiha