Kali Candrabaga adalah nama asli dahulu untuk kali Bekasi yang sekarang. Tentu perbedaan atau penggantian nama untuk menyebut kali Bekasi kini , sudah berbeda dalam hal kondisi keberadaan dan fungsi penggunaan maupun pemanfaatnya. Sebagai akibat perkembangan dan perubahan tata kependudukan dan status wilayah Bekasi yang telah menjadi sebuah kota metropolitan. Secara secara geografis menyatu dengan Ibukota Negara Jakarta serta kota dan daerah tetangga sekitarnya, Bogor, Depok, Cikarang (Kabupaten Bekasi) dan Karawang.
Kali Candrabaga atau kali bekasi pernah menjadi jalur pelayaran dan perdagangan untuk memasuki pedalaman pemukiman masyarakat sunda bagian utara dan timur laut tanah Pasundan oleh kapal-kapal layar dari negeri Tiongkok atau China yang sudah berlangsung sebelum kota Batavia dan bangsa Belanda ada. Kapal-kapal layar tersebut berlabuh di kampung Babelan, kemudian dengan perahu-perahu ataupun rakit yang terbuat dari bambu perjalanan diteruskan ke hulu. Orang-orang bangsa Tiongkok
yang merupakan pedagang kemudian menetap dan bermukim menjadi warga kota Bekasi sepanjang pinggiran kali bekasi hingga sekarang.
Dikala itu, kali Candrabaga atau kali Bekasi masih merupakan sungai yang lebar dengan airnya yang dalam dan bersih serta kaya dengan berbagai jenis ikan seperti ikan gabus, baung, betok, sembilangan dan ikan cokong. Menjadi sarana transportasi, pengairan dan sumber mata-pencaharian masyarakat Bekasi. Sumber irigasi persawahan dan sarana dan kebutuhan aktifitas ekonomi dan kehidupan lainnya. Selain itu kali Bekasi bersambung alirannya dengan kali yang dulu disebut kali Gumati dan kali Malang.
Kali Gumati merupakan kali sodetan yang dibuat atas perintah Maharaja Kerajaan Tarumanegara Purnawarman, sekitar tahun 334 Saka atau tahun 413 Masehi, guna mengairi persawahan dan
pengendali banjir. Sebagaimana juga kali Malang yang dibuat di masa penjajahan Belanda tetapi hanya untuk pengendali banjir.
Menurut keterangan Budayawan Bekasi Komarudin Ibnu Mikam, sebagaimana ditulis M.S. Rizal pada Tabloid Reportase Nasional - edisi juli 2013, sodetan dari kali Bekasi untuk kemudian menjadi atau dinamai kali Gomati memiliki panjang galian 6.122 tumbak (12 Km). Pekerjaan sodetan tersebut dilakukan menurut penanggalan saat itu yaitu dimulai pada hari baik tanggal 8 paro petang bulan Phalaguna dan selesai pada hari tanggal 13 paro petang bulan Carita. Yang dimaksud Kali Gomati, menurut Syamsurizal – seorang Kelapa Dusun di Desa Muara Bakti - Babelan, adalah aliran kali yang dimulai dari belakang Tangsi Berkasi atau sekarang Komplek Polres Kota Bekasi, melewati Asrama Haji, Pintu Air terus ke samping perkantoran Pemkot Bekasi, Stasiun Bekasi hingga kampung Pendayakan Babelan – kabupaten Bekasi. Kali Bekasi di daerah Babelan dinamai kali “CBL” atau Cikarang Bekasi Laut, yang merupakan sambungan sodetan dengan atau dari kali Cikarang.
Riwayat kali-kali tersebut di atas yang berinduk pada kali Bekasi di hulu serta kali Cilengsih dan kali Cikeas, benar-benar telah menjadi saluran dan tong sampah raksasa pembuangan limbah dan sampah. Begitu juga nasib kali CBL, sama parahnya dengan induknya kali Bekasi di hulu juga telah tercemar, bahkan lebih parah karena menjadi saluran utama pembuangan limbah dan sampah dari kegiatan industri(pabrik) dari wilayah Cikarang.
Data hasil pengujian kualitas air sungai oleh Badan Perlindungan Lingkungan Hidup (BPLH)Kota Bekasi 2011, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bekasi 2010 -2015 yang merupakan kesatuan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Bekasi 2005 -2025.
Hasil analisa BPLH dengan menggunakan metode Stroret, untuk mengklasifikasi status dan mutu air sungai utama di kota Bekasi, dinyatakan bahwa ; Kali Cikeas tercemar sedang, Kali Cileungsih tercemar sedang, Kali Bekasi tercemar berat, Kali Baru tercemar berat dan Saluran Sekunder tercemar sedang.
Rendahnya kualitas air kali tersebut tentu sangat dipengaruhi oleh berbagai hal, akan tetapi yang pasti Daerah Aliran Sungai (DAS) telah menjadi sasaran pembungan limbah dan sampah. Keadaan makin diperparah dengan lemahnya pengawasan dan penerapan sangsi yang tegas kepada pencemar oleh pihak pemerintah. Demikian juga masih rendahnya kesadaran pelaku usaha industri maupun kegiatan usaha ekonomi lainnya serta partisipasi masyarakat dalam pengawasan terhadap perlindungan lingkungan khususnya lingkungan air sungai.
Kali Bekasi atau kali Candrabaga, yang dulu pernah menjadi kebangggan orang Bekasi, bagian tidak terpisahkan dari wilayah Pasundan Raya, butuh penanganan serius oleh Pemerintah Kota Bekasi sebagai motor penggerak dan tentu harus menjalin kerjasama melalui “ Program Kali Bersih”, baik dengan masyarakat maupun pemerintah wilayah terkait.
Diharapkan agar kembali menjadi kebanggaan dan berguna bagi warga kota orang Bekasi serta menjadi bagian dari Aikon(icon) Kota Patriot Bekasi yang penuh sejarah, bahkan hingga Maestro Sastera Indonesia - Sang Pujangga Chairil Anwar mesti mengungkapkannya dalam Puisi “Karawang Bekasi”.
Akhir Oktober 2013
by M. Thaha Pattiiha
/ Direktur Eksekutif LSM Komunitas Embun